oleh

Praktisi Hukum sebut Dalih Kuota Penuh untuk Mengeluarkan Anak dari Sekolah, Melanggar Konstitusi

-Daerah-83 views

Praktisi Hukum sebut Dalih Kuota Penuh untuk Mengeluarkan Anak dari Sekolah, Melanggar Konstitusi

MEDAN.Mitanews.co.id ||


Praktisi hukum Surya Adinata menilai tindakan sekolah yang mengeluarkan siswa dengan alasan kuota penuh merupakan pelanggaran terang-terangan terhadap hak dasar anak untuk memperoleh pendidikan.

Menurut Ketua LBH Gelora Surya Keadilan yang juga Sekretaris Umum DPD Taruna Merah Putih Sumatera Utara itu, dalih kuota tidak bisa dijadikan alasan sahih untuk menyingkirkan anak dari ruang kelas.

"Konstitusi sudah tegas menjamin, setiap anak bangsa berhak atas pendidikan dasar yang layak. Mengeluarkan anak dengan dalih kuota penuh, sama saja menafikan mandat konstitusi dan menelantarkan masa depan mereka," ujar Surya menjawab sejumlah wartawan perihal dikelurakannya siswa Sekolah Dasar di Kota Medan karena kuota penuh

Surya menguraikan, Pasal 31 UUD 1945 ayat (1) menyatakan bahwa setiap warga negara berhak mendapat pendidikan'. Ayat (2) menegaskan pemerintah wajib membiayai pendidikan dasar.

"Ketika seorang anak dipaksa keluar dari sekolah hanya karena alasan teknis kuota, maka jelas pemerintah gagal menjalankan kewajiban konstitusionalnya," urainya.

Ia juga menyinggung Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional yang menyebut setiap warga negara memiliki hak yang sama untuk memperoleh pendidikan bermutu.

Selain itu, Surya menegaskan, ketentuan itu diperkuat oleh UU Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak, yang menyatakan setiap anak berhak memperoleh pendidikan sesuai minat dan bakatnya.

"Mengusir anak dari sekolah berarti memutus akses terhadap pengembangan diri dan kecerdasan mereka. Itu bukan sekadar pelanggaran administratif, melainkan bentuk penelantaran dan kekerasan psikis," tegas Surya, Minggu, 24 Agustus 2025.

Surya menambahkan, Pasal 76B UU Perlindungan Anak melarang setiap orang menelantarkan anak dalam bentuk apa pun.

"Pengembalian siswa dengan alasan kuota penuh dapat dikategorikan sebagai penelantaran. Negara mestinya hadir, bukan malah absen," katanya.

Menurut Surya, Permendikbud Nomor 3 Tahun 2025 memang mengatur sistem penerimaan murid baru serta ketentuan kuota pada saat pendaftaran.

Namun aturan itu tidak pernah memberi kewenangan bagi sekolah untuk mengeluarkan siswa yang sudah diterima.

"Kuota hanya berlaku saat proses penerimaan. Bukan menjadi dalih untuk menyingkirkan anak yang sudah sah menjadi bagian dari sekolah. Lembaga pendidikan publik itu pelayan masyarakat, bukan penyeleksi tanpa hati nurani," kata Surya.

Ia menyebut praktik seperti ini mencederai semangat wajib belajar 12 tahun sekaligus meruntuhkan komitmen negara dalam menjamin perlindungan anak.

"Dalih kuota penuh hanyalah alasan birokratis yang miskin nurani. Jika dibiarkan, ini bukan sekadar kelalaian, melainkan bentuk pengingkaran terhadap UUD 1945," pungkasnya.

Sebelumnya, orangtua siswa Sekolah Dasar Negeri (SDN) di Kota Medan, Teguh Satya Wira menuding Pendidikan di tangan Rico-Zaki sebagai Wali Kota dan Wakil amburadul.

"Pendidikan di tangan Wali Kota dan Wakil Wali Kota, Rico-Zaki amburadul," tegas Teguh, Jumat, 22 Agustus 2025.

Teguh menyampaikan hal itu bukan tanpa sebab, melainkan karena anaknya yang merupakan siswa kelas I SDN 060929, Jalan Karya Jaya, Kecamatan Medan Johor harus keluar dari sekolah pelat merah milik Pemerintah Kota Medan itu.

Hal itu tejadi menyusul kisruh penerimaan peserta didik baru (PPDB) tingkat Sekolah Dasar di Kota Medan.

Kekisruhan itu kini resmi dilaporkan ke Ombudsman RI Perwakilan Sumatera Utara. Laporan ini membuka borok tata kelola pendidikan di bawah kepemimpinan Wali Kota Medan Rico Tri Putra Bayu Waas dan wakilnya Zakiyuddin Harahap, yang dituding amburadul serta mencederai hak dasar warga negara untuk memperoleh pendidikan.

Ironisnya, dalam sejarah pendidikan di kota ini, baru di era kepemimpinan Rico-Zaki, kekacauan PPDB mencuat sebesar ini. Sejumlah sekolah dasar negeri tercatat bermasalah pada penerimaan siswa baru tahun ajaran 2025.

Kasus paling menohok terjadi di SD Negeri 060929, Jalan Karya Jaya, Kecamatan Medan Johor. Setelah hampir sebulan kegiatan belajar mengajar berjalan, kepala sekolah tiba-tiba mengumumkan bahwa sembilan siswa tak bisa melanjutkan pendidikan. Alasannya, data mereka gagal masuk ke sistem Data Pokok Pendidikan (Dapodik).

Namun Dinas Pendidikan Kota Medan justru terkesan cuci tangan. Kesalahan fatal itu hanya dijawab dengan permintaan maaf, tanpa solusi nyata.

Kini bola panas berada di tangan Wali Kota. Publik menanti keberanian Rico Waas untuk menindak tegas pejabat yang lalai mulai dari Kepala Dinas Pendidikan, Kepala Bidang SD, hingga kepala sekolah yang terlibat.

Tanpa langkah konkret, kekacauan PPDB berpotensi terus berulang dari tahun ke tahun. Sebuah potret buram betapa pendidikan di Medan kian jauh dari cita-cita luhur yakni memanusiakan manusia.(MN.09)***

Baca Juga :
Pemda Rohul Terima Kunjungan Komunitas Motor Besar Indonesia Riau dan Gelar Penanaman Pohon

News Feed