oleh

Bobby Nasution dan Setahun Konsistensi Reformasi PPPK Terbukti di Sumut

-Daerah-125 views

Bobby Nasution dan Setahun Konsistensi Reformasi PPPK Terbukti di Sumut

Mitanews.co.id ||


Setahun terakhir, kebijakan rekrutmen Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK) di Sumatera Utara menunjukkan satu hal penting: komitmen Gubernur Muhammad Bobby Afif Nasution tidak berhenti di level kebijakan, tetapi dijabarkan secara konsisten hingga ke lapangan oleh Badan Kepegawaian Daerah (BKD) yang dipimpin Sutan Tolang Lubis.

Ini membuktikan kebijakan publik, persoalan terbesar bukan terletak pada perumusan, melainkan pada konsistensi pelaksanaan.

Karena itu, perjalanan reformasi rekrutmen PPPK di Sumatera Utara sepanjang satu tahun terakhir menjadi catatan penting—bahkan patut disebut sebagai pembuktian bahwa komitmen kepemimpinan bisa dijaga hingga tuntas.

Di bawah kepemimpinan Gubernur Sumatera Utara Muhammad Bobby Afif Nasution, kebijakan pendataan, seleksi, hingga pelantikan PPPK berjalan relatif mulus. Tanpa konflik terbuka. Tanpa kegaduhan publik.

*Tanpa riak penolakan massif*

Sebuah situasi yang jarang terjadi dalam proses rekrutmen aparatur negara, terutama di daerah dengan beban tenaga honorer yang besar seperti Sumatera Utara.
Fakta paling mencolok adalah diterimanya hasil seleksi oleh hampir semua pihak.

Mereka yang lulus ujian PPPK menjalani pelantikan dengan rasa percaya diri dan legitimasi moral. Sementara mereka yang belum berhasil, menerima hasil dengan lapang dada—bukan karena pasrah, melainkan karena prosesnya diyakini objektif, terbuka, dan adil.

Inilah indikator paling jujur dari keberhasilan sebuah sistem: ketika hasilnya diterima tanpa kecurigaan.
Sepanjang tahun ini, publik menyaksikan satu pola kepemimpinan yang konsisten.

Sejak awal, Gubernur Bobby Nasution menegaskan bahwa rekrutmen PPPK tidak boleh diwarnai praktik titipan, calo, biaya tersembunyi, atau “jalur belakang”.

Komitmen itu bukan berhenti sebagai pernyataan, melainkan diterjemahkan ke dalam sistem dan mekanisme yang ketat—berbasis aturan, teknologi, dan pengawasan.

Ujian berbasis Computer Assisted Test (CAT), keterlibatan Badan Kepegawaian Negara, keterbukaan nilai secara real time, hingga ruang pelaporan dugaan kecurangan menjadi fondasi yang membuat intervensi hampir mustahil dilakukan.

Dalam konteks birokrasi Indonesia yang masih bergulat dengan residu budaya patrimonial, langkah ini bukan perkara mudah.

Yang menarik, konsistensi kebijakan tersebut teruji bukan hanya pada fase seleksi, tetapi hingga tahap akhir: pengangkatan dan penyerahan Surat Keputusan.

Puncaknya, pada Rabu (24/12/2025), sebanyak 11.625 orang diangkat dan menerima SK sebagai PPPK Paruh Waktu.

Jumlah ini bukan angka kecil. Ia mencerminkan keberanian kebijakan sekaligus kejelasan arah pemerintah provinsi dalam menyelesaikan persoalan tenaga non-ASN secara manusiawi, legal, dan berkeadilan.

Di titik inilah kepemimpinan Bobby Nasution menemukan relevansinya. Ia tidak tergoda mencari popularitas instan dengan keputusan serba politis, tetapi memilih jalan administratif yang tertib, meski tidak selalu populer.

Kebijakan PPPK Paruh Waktu, misalnya, bukan solusi instan yang memuaskan semua pihak, namun memberi harapan yang rasional dan bermartabat: bekerja sesuai ketentuan, dinilai secara objektif, dan diangkat tanpa harus “mengurus ke sana-kemari”.

Tentu, komitmen politik membutuhkan pelaksana yang mampu menjabarkannya di lapangan.

Di sinilah peran Kepala BKD Sumut, Sutan Tolang Lubis, menjadi krusial. Ia tidak sekadar menjadi juru bicara kebijakan, melainkan penggerak teknis yang memastikan sistem berjalan sebagaimana mestinya.

Dalam banyak kasus, kebijakan gagal bukan karena niat pimpinan, tetapi karena lemahnya eksekusi birokrasi.

Hal itu tidak terjadi di Sumatera Utara.
BKD Sumut tampil relatif rapi, tenang, dan konsisten.

Komunikasi publik dijaga. Penjelasan kepada peserta dilakukan berulang-ulang. Isu liar ditepis dengan data dan sistem.

Ketika muncul kecurigaan, jawabannya bukan defensif, melainkan membuka ruang klarifikasi dan pelaporan. Ini memperlihatkan birokrasi yang percaya diri karena bekerja di atas aturan, bukan di bawah tekanan.

Lebih jauh, keberhasilan ini memberi pesan penting secara nasional. Di tengah narasi bahwa rekrutmen ASN selalu rawan konflik dan intervensi, Sumatera Utara menunjukkan alternatif: reformasi bisa berjalan tanpa kegaduhan jika kepemimpinan tegas dan pelaksana disiplin.

Kepercayaan publik tidak dibangun lewat retorika, melainkan lewat konsistensi yang dapat diuji dari waktu ke waktu.
Namun, keberhasilan ini tidak boleh membuat lengah. Justru sebaliknya, ia harus dijaga sebagai standar baru.

Tantangan ke depan adalah mempertahankan integritas ini dalam fase-fase lain manajemen ASN: penempatan, evaluasi kinerja, promosi, dan pengembangan karier.

Jika konsistensi ini terjaga, maka reformasi kepegawaian di Sumatera Utara tidak akan berhenti sebagai cerita sukses satu tahun, melainkan menjadi budaya birokrasi.

Sebagai refleksi akhir tahun, kebijakan PPPK di Sumatera Utara memberi satu pelajaran penting: ketika komitmen pemimpin tidak berhenti di kata, birokrasi bisa bekerja tanpa drama. Dan ketika sistem dipercaya, publik pun belajar menerima hasil dengan dewasa.

Dalam konteks itu, kepemimpinan Bobby Nasution—dengan dukungan pelaksana seperti Sutan Tolang Lubis—telah memberi contoh bahwa reformasi bukan mustahil, asal dijalankan dengan keberanian, konsistensi, dan kejujuran.(Zulfikar Tanjung bersertifikat Wartawan Utama Dewan Pers)***

Baca Juga :
Ketua Koperasi BAN Ajak Anggota Siaga Pertahankan Aset Plasma di Areal 47.000 Hektar

News Feed