Diduga Tak Kantongi Izin, Aktivitas Galian C di Desa Martoba Samosir Dikecam Warga dan Pegiat Lingkungan
SAMOSIR.Mitanews.co.id ||
Aktivitas galian C di Kabupaten Samosir kembali menjadi sorotan publik. Kegiatan yang diduga dilakukan tanpa izin resmi dan menggunakan alat berat itu menuai kecaman dari warga dan pegiat lingkungan. Selain dianggap merusak ekosistem sekitar, aktivitas tersebut juga dinilai mengabaikan regulasi pertambangan dan perlindungan lingkungan hidup yang berlaku di Indonesia.
Salah satu tokoh lingkungan Samosir, Boris Situmorang, menyampaikan keprihatinannya atas maraknya kegiatan penggalian yang terjadi di area pemukiman. Menurutnya, meskipun kerap dibungkus dengan istilah "pematangan lahan", kenyataan di lapangan menunjukkan adanya indikasi kuat bahwa aktivitas tersebut termasuk kategori galian C, yakni eksploitasi material non-logam dan batuan seperti tanah urug dan batu gunung.
“Kita bukan anti terhadap pengusaha. Justru kehadiran mereka bisa jadi bukti bahwa Samosir diminati dan dapat meningkatkan PAD. Tapi jangan abaikan aturan. Sebelum usaha dijalankan, izinnya harus jelas dan tuntas,” ujar Boris kepada sejumlah wartawan di Pangururan, Minggu 16 Agustus 2025.
Menurutnya, penggunaan alat berat di lokasi tersebut menunjukkan skala aktivitas yang tidak bisa dianggap kecil, sehingga semakin menegaskan bahwa kegiatan ini semestinya berada dalam pengawasan ketat sesuai ketentuan Undang-Undang.
Boris mempertanyakan tiga hal pokok yang hingga kini belum terjawab secara terbuka:
1. Tujuan kegiatan pematangan lahan: Apakah untuk pembangunan, komersialisasi, atau kegiatan lain?
2. Distribusi material hasil galian: Ke mana tanah dan batuan yang digali tersebut dibawa dan digunakan?
3. Analisis dampak lingkungan: Apakah sudah dilakukan kajian AMDAL atau UKL-UPL sebelum kegiatan dimulai?
> “Kalau ini benar galian C, tunjukkan izinnya. Jangan sampai usaha sudah berjalan, tapi administrasi dan legalitas belum lengkap. Ini yang kita kritisi,” tegasnya.
Regulasi Jelas, Pengawasan Minim
Sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2020 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara, setiap kegiatan pertambangan mineral bukan logam dan batuan (termasuk galian C) wajib memiliki Izin Usaha Pertambangan (IUP) dan Persetujuan Lingkungan Hidup, sebagaimana diatur dalam UU No. 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup.
Tak hanya itu, sesuai dengan Peraturan Pemerintah Nomor 96 Tahun 2021, pelaku usaha juga wajib menyampaikan rencana reklamasi dan pascatambang, serta membayar kewajiban pajak dan retribusi kepada daerah.
Namun yang terjadi di lapangan, pengawasan dinilai lemah. Boris menyoroti fakta bahwa lokasi galian hanya berjarak satu tiang listrik dari kantor desa, Martoba kec Simanindo kab samosir namun pihak desa terkesan diam.
> “Kita pertanyakan juga bentuk izin yang mungkin telah dikeluarkan pihak desa. Apakah sesuai kewenangan dan peraturan yang berlaku?”
Desakan untuk Penegakan Hukum
Boris dan sejumlah warga meminta Polres Samosir untuk segera turun ke lokasi dan menyelidiki aktivitas tersebut. Ia juga mendesak Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Kabupaten Samosir serta Satpol PP untuk menjalankan tugas pengawasan dan penindakan sesuai dengan mandat undang-undang.
> “Jangan sampai ada pembiaran. Ini menyangkut kelestarian lingkungan, ketertiban hukum, dan kepercayaan masyarakat terhadap institusi pemerintah,” tutupnya.
Hingga berita ini diturunkan, belum ada pernyataan resmi dari pihak pelaku usaha maupun instansi pemerintah terkait izin dan status legalitas kegiatan tersebut.(HS)***
Baca Juga :
Dihadiri Forkopimda, Wali Kota Sibolga Irup Upacara Peringatan HUT Kemerdekaan RI ke-80