oleh

Kendala Proses Hukum di Samosir: Tahap II Tertunda, Wartawan Soroti Dasar Hukum

-Daerah-115 views

Kendala Proses Hukum di Samosir: Tahap II Tertunda, Wartawan Soroti Dasar Hukum

SAMOSIR.Mitanews.co.id ||


Pagi itu, suasana warung di Kelurahan Pasar Pangururan berubah tegang. Secangkir kopi mengepul di atas meja, namun perhatian para wartawan tersedot pada satu dokumen: Surat Pemberitahuan Perkembangan Hasil Penanganan (SP2HP) Polres Samosir tertanggal 22 Oktober 2025.

Surat ini semestinya menjadi informasi administratif, justru memunculkan pertanyaan serius tentang kepastian hukum di Kabupaten Samosir.

SP2HP bernomor B/630/X/2025/Reskrim menyatakan bahwa berkas perkara tersangka TS telah dinyatakan lengkap (P-21) oleh penyidik Polres Samosir. Selanjutnya, Polres mengajukan penyerahan tersangka beserta barang bukti ke Kejaksaan Negeri Samosir untuk tahap II. Namun, penyerahan itu tertunda. Kejaksaan menolak menerima berkas dengan alasan menunggu laporan balik tersangka terkait perkara lain di Polsek Simanindo. Kedua perkara itu, menurut surat, akan diproses bersamaan.

Reaksi Wartawan
Alasan ini sontak menimbulkan reaksi keras. Wartawan menilai logika penundaan tersebut tidak masuk akal dan dapat mengaburkan kepastian hukum. “Ini jelas-jelas janggal. Bagaimana laporan balik tersangka atas dugaan pencemaran nama baik bisa menghentikan proses perkara pengancaman yang sudah P-21? Ini termasuk pembelokan proses hukum,” ujar sejumlah wartawan di Pasar Pangururan.

Praktisi hukum, Boris Situmorang, SH, menegaskan bahwa prosedur seperti itu berbahaya. “Sejak kapan penyelesaian perkara harus menunggu laporan tandingan tersangka? Jika praktik ini diterapkan, semua tersangka di Indonesia bisa menghambat proses hukum hanya dengan membuat laporan balik. Ini jelas preseden buruk dan merusak sistem peradilan,” katanya.

Penjelasan Hukum dari ChatGPT
Menurut kajian hukum, setelah berkas dinyatakan P-21, penyerahan tersangka dan barang bukti harus dilakukan tanpa pengecualian. Laporan balik merupakan perkara terpisah dan tidak boleh menghambat proses hukum yang sudah lengkap. Dasar hukum ini tercantum dalam Peraturan Jaksa Agung (Perja) Nomor 15 Tahun 2020 dan Peraturan Kepala Kepolisian (Perkap) Nomor 6 Tahun 2019, yang menegaskan bahwa tahap II harus dilakukan segera begitu berkas dinyatakan lengkap. Penundaan tanpa dasar hukum dapat dikategorikan sebagai kelalaian, pelanggaran SOP, atau upaya menghambat proses hukum.

Keterangan Polres dan Kejaksaan
Kasat Reskrim Polres Samosir, AKP Edward Sidauruk, ketika ditemui di kantornya, menyatakan penundaan dilakukan setelah koordinasi dengan Jaksa Penuntut Umum (JPU). “Menunggu laporan balik tersangka di Polsek Simanindo yang sudah P-21,” ujarnya.

Sementara itu, Kasi Pidum Kejari Samosir memberikan penjelasan serupa, mengacu pada Perja 15/2020 terkait restorative justice. Ia menambahkan bahwa pertimbangan lain adalah adanya hubungan keluarga antara pelapor dan tersangka. Namun, alasan ini dinilai wartawan tidak relevan jika menimbulkan ketidakpastian hukum. “Menunda tahap II hanya karena laporan balik tersangka adalah preseden buruk. Restorative justice jangan sampai berubah menjadi obstruction justice,” kritik salah seorang wartawan.

Kronologi Perkara Saling Lapor
Kasus ini bermula pada 3 April 2025. Veronika Sidabutar melaporkan TS atas dugaan pengancaman ke Polres Samosir. Dua bulan kemudian, TS melaporkan Veronika atas dugaan pencemaran nama baik ke Polsek Simanindo.

Menurut keterangan Kanit Reskrim Polsek Simanindo, Andi Sihombing, senin 24 nopember 2925. Veronika ditetapkan sebagai tersangka pada 17 November 2025. Polsek Simanindo sudah mengirimkan surat panggilan pertama kepada Veronika pada 17 November 2025, dan Veronika diminta hadir pada, 26 November 2025. Andi menegaskan bahwa proses di Polsek Simanindo berjalan sesuai hasil penyidikan dan gelar perkara.

Respons Wartawan dan Publik
Kasus ini memaksa wartawan membagi tim untuk menindaklanjuti klarifikasi langsung ke Polres Samosir maupun Kejaksaan Negeri Samosir. Mereka menekankan pentingnya kepastian hukum dan kepatuhan prosedur agar sistem peradilan berjalan adil, transparan, dan tidak menimbulkan preseden merugikan pihak manapun.

Seiring panasnya perdebatan ini, warga dan kalangan hukum mengamati dengan seksama, berharap agar proses hukum di Samosir tidak terhambat oleh pertimbangan administratif yang tidak jelas. Fenomena ini menjadi peringatan penting bagi aparat hukum: kepastian hukum harus tetap dijaga agar kepercayaan publik terhadap sistem peradilan tetap utuh.(HS)***

Baca Juga :
Polres Sibolga Gelar Safari Kebangsaan

News Feed