oleh

Kompol DK Diperiksa Propam Polda Sumut dalam Dugaan Pelanggaran Kode Etik

-Hukum-52 views

Kompol DK Diperiksa Propam Polda Sumut dalam Dugaan Pelanggaran Kode Etik

MEDAN.Mitanews.co.id ||


Kanit I Subdit III, Ditresnarkoba Polda Sumut, Kompol Dedi Kurniawan (DK) diperiksa Bidpropam dalam dugaan pelanggaran kode etik.

Pemeriksaan terhadap Kompol DK dilakukan menyusul laporan yang masuk ke Bidpropam.

Sebelumnya, Kompol DK mangkir dari gelar perkara di Bidpropam Polda Sumut pada hari Jumat, 11 Juli 2025 lalu.

Kepala Bidang Hubungan Masyarakat (Kabid Humas) Polda Sumut, Kombes Ferry Walintukan yang dikonfirmasi hanya membenarkan Kompol DK diperiksa Bidpropam.

Namun, orang nomor satu di Bidhumas Polda Sumut ini belum menjelaskan lebih rinci terkait materi pemeriksaan tersebut.

"Iya benar. Saat ini sedang diproses Bidpropam Poldasu," ujar Ferry di Medan, Selasa, 19 Agustus 2025.

Informasi diperoleh menyebutkan DK, yang menjabat Kepala Unit I Subdirektorat III Diresnarkoba Polda Sumut, diperiksa sejak pagi hingga sore.

Pemeriksaan berkaitan dengan dugaan pelanggaran kode etik saat penangkapan warga Tanjungbalai, Rahmadi, pada Maret 2025 lalu.

Dalam peristiwa itu, DK diduga melakukan kekerasan terhadap Rahmadi. Rekaman kamera pengawas memperlihatkan aksi tersebut dan sempat beredar luas di media sosial.

Sehingga, kuasa hukum Rahmadi, Suhandri Umar Tarigan membuat laporan resmi ke Bidpropam pada Maret 2025 lalu.

Kasus ini sebelumnya memicu aksi protes warga Tanjungbalai di Markas Polda Sumut, 27 Juli lalu.

Massa yang sebagian besar ibu-ibu mendesak agar DK dicopot dari jabatannya.

Mereka menilai DK telah melanggar prosedur dalam penegakan hukum dan melakukan kriminalisasi terhadap masyarakat.

Dalam aksi itu, massa membentangkan spanduk yang ditujukan kepada Presiden Prabowo Subianto dan Kapolri, serta melakukan teatrikal 'tactical pocong' sebagai simbol matinya keadilan.

Rahmadi sendiri dituduh memiliki 10 gram sabu-sabu. Namun, dalam persidangan di Pengadilan Negeri Tanjungbalai, muncul dugaan manipulasi barang bukti.

Dua terdakwa lain dalam perkara terpisah, Andre Yusnijar dan Ardiansyah Saragih alias Lombek, menyebut barang bukti yang disita dari mereka berjumlah 70 gram, bukan 60 gram seperti dalam dakwaan. Selisih 10 gram itu diduga digunakan untuk menjerat Rahmadi.

"Ini bukan sekadar kelalaian hitung, melainkan menyangkut integritas proses hukum," kata kuasa hukum terdakwa Andre Yusnijar dan Ardiansyah Saragih, Asra Maholi Lingga.

Keterangan saksi penangkap yang tidak konsisten di persidangan serta perbedaan jumlah barang bukti memperkuat dugaan adanya rekayasa kasus.

Sehingga mengundang pertanyaan dari Majelis Hakim Pengadilan Negeri Tanjungbalai dalam persidangan.

"Barang bukti 10 gram itu benar kalian temukan. Bukan kalian yang meletakkannya, 'kan?," tanya Majelis Hakim.

Plt Kabid Humas Polda Sumut sebelumnya juga pernah menyebut penangkapan Rahmadi merupakan pengembangan dari kasus Andre dan Ardiansyah.

Nama DK bukan kali ini saja disebut dalam kasus dugaan pelanggaran etik.

Praktisi hukum asal Jakarta, Roni Prima, mengingatkan bahwa perwira menengah itu pernah dilaporkan dalam kasus dugaan pemerasan Rp200 juta dan perampasan mobil Pajero Sport ketika menjabat Wakapolsek Medan Helvetia pada 2021.

"Pola serupa berulang. Baik Rahmadi maupun klien saya sebelumnya sama-sama menjadi korban kriminalisasi," ujar Roni.

Dugaan manipulasi barang bukti dalam kasus Rahmadi kini menjadi bola panas.

Pengacara Rahmadi, Suhandri Umar Tarigan, menyebut ada pelanggaran serius dalam prosedur penangkapan dan penyitaan barang bukti.

"Kalau benar barang bukti narkoba itu merupakan rekayasa, ini bukan hanya pelanggaran etik, tapi pidana berat. Ini bisa menghancurkan kepercayaan publik terhadap penegak hukum," ujar Suhandri.

Umar menjelaskan, penangkapan kliennya dan adanya dugaan penganginiayaan seperti dalam video yang viral itu menjadi dasar pihaknya melaporkan Kompol DK ke Bidpropam dan Sentra Pelayanan Kepolisian Terpadu (SPKT) Polda Sumut.

"Penangkapannya tidak manusiawi. Tidak sesuai Standar Operasional Prosedur (SOP) kepolisian saat melakukan penangkapan. Kemudian, cendrung dipaksakan karena saat penankapan, dari tangan klien kami sama sekali tak ditemukan narkotika," jelas Suhandi Umar Tarigan.

Kendati demikian, terkait pemeriksaan Kompol DK, Suhandri Umar Tarigan meyakini Bidpropam Polda Sumut dapat memberikan keadilan kepada kliennya.

"Sehingga Tindakan kesewenang-wenangan apparat tidak terulang lagi di kemudian hari. Tidak ada lagi Kompol DK-kompol DK lainnya," tegas Umar.

Menanggapi tudingan itu, Kompol Dedi Kurniawan membantah keras. Dalam pernyataan resminya, ia menyebut seluruh proses penangkapan dan penyitaan telah dilakukan sesuai prosedur.

Namun, sorotan publik kini tidak hanya tertuju pada kebenaran prosedur, tapi pada integritas aparat.(mn.09)***

Baca Juga :
Setukpa Polres Asahan Bantu Korban Kebakaran di Kelurahan Selawan

News Feed