Kuasa Hukum Nilai Kejatisu Lamban, Kurang Empati terhadap Keluarga Syahdan
MEDAN.Mitanews.co.id ||
Penanganan kasus dugaan penculikan dan pembunuhan Syahdan Syahputra Lubis kembali mendapat sorotan tajam.
Istri Syahdan, Pipit Widari melalui kuasa hukumnya, Rayza Harry Fawzie menilai Kejaksaan Tinggi Sumatera Utara (Kejatisu) lamban dalam mengoordinasikan penetapan kematian korban.
Hal itu patut diduga menunjukkan kurangnya rasa empati Kejatisu terhadap keluarga yang tengah berduka.
Rayza berujar, seharusnya, rencana penetapan kematian dikomunikasikan jauh-jauh hari dengan kepolisian.
"Keterlambatan ini bukan hanya memberi celah bagi tersangka melarikan diri, tetapi juga menunjukkan kurangnya perhatian Kejatisu terhadap keluarga korban yang membutuhkan kepastian hukum dan rasa keadilan," ujar Rayza, Minggu, 14 Desember 2025.
Lebih lanjut dijelaskannya, kasus ini menyoroti lemahnya sinergi antarpenegak hukum.
"Dari hasil penyidikan Polda Sumatera Utara, tujuh tersangka telah ditetapkan dengan peran berbeda dalam peristiwa penculikan dan pembunuhan Syahdan," jelas Rayza.
Namun, menurutnya, para tersangka ditangguhkan karena masa penahanan habis.
Sementara berkas perkara yang diajukan Subdit III Ditreskrimum Polda Sumut ke Kejatisu masih dinyatakan belum lengkap.
Jaksa penuntut umum meminta visum et repertum untuk melengkapi berkas, meski hal ini dianggap mustahil karena jasad korban dibuang ke laut dengan pemberat batu.
"Hambatan ini sangat disayangkan. Prosedur yang tidak realistis menghambat upaya memastikan keadilan bagi korban," jelas Rayza.
Oleh sebab itu, Rayza menekankan perlunya evaluasi kinerja Asisten Pidana Umum (Aspidum) Kejati Sumut.
Bahkan Rayza menyebut lambannya koordinasi dan kurangnya empati terhadap keluarga korban mencerminkan lemahnya pengawasan internal di Kejatisu.
Kasus ini tidak hanya menyisakan duka bagi keluarga Syahdan, tetapi juga menimbulkan pertanyaan serius mengenai efektivitas penegakan hukum.
"Penundaan penetapan kematian dan persyaratan berkas yang sulit dipenuhi memperlihatkan kesenjangan antara harapan keadilan keluarga korban dan realitas prosedur hukum yang berjalan," pungkasnya.
Sebelumnya, Kajatisu Harli Siregar menyatakan akan mengajukan permohonan penetapan kematian Syahdan Syahputra Lubis ke PN Binjai.
Langkah itu, menurut Harli, diperlukan mengingat jasad korban belum ditemukan, sementara jaksa masih menunggu hasil visum dan uji DNA untuk memastikan identitas Syahdan.
Harli menyebut, proses penyidikan terus berjalan dan dikoordinasikan dengan kepolisian.
"Yang pasti, tidak ada yang disembunyikan," tegas Harli beberapa waktu lalu.
Ia menjelaskan, penetapan pengadilan dibutuhkan untuk memperkuat pembuktian.
Jaksa, kata Harli, memerlukan visum dan hasil uji DNA guna memastikan bahwa jejak biologis yang ditemukan terkait langsung dengan Syahdan.
Sementara itu, PN Binjai hingga Jumat 12 Desember 2025 memastikan belum menerima permohonan apa pun terkait hal itu.
"Hingga saat ini kami belum ada menerima permohonan penetapan dan pasti tidak akan ada, karena lokasi disangka kejadian pembunuhan itu di Blue Star, Langkat," ujar Humas PN Binjai, Ulwan Maluf.
Ketika dimintai tanggapan mengenai pernyataan Kajatisu Harli Siregar yang menyebut permohonan akan diajukan ke PN Binjai, Ulwan menyatakan hal tersebut sebagai bagian dari analisis kejaksaan.
Meski begitu, Ulwan mengungkapkan bahwa ia telah berkoordinasi langsung dengan Aspidum Kejatisu, Jurist Precisely, terkait kemungkinan permohonan penetapan kematian tersebut.
Menurutnya, penetapan kematian itu sedang dikoordinasikan oleh Pidum Kejati dan Krimum Polda.
"Kami memang belum ada menerima. Dan pasti tidak akan pernah. Tetapi kalau memang permohonan (penetapan kematian) itu mau diajukan, itu merupakan kewenangan PN Stabat. Bukan kewenangan di PN Binjai," jelas Ulwan.
Hakim PN Binjai ini pun menyarankan agar konfirmasi lebih lanjut disampaikan langsung kepada Aspidum Kejatisu.
Syahdan Syahputra Lubis diduga dibunuh pada Selasa, 8 April 2025 sekitar pukul 03.00 WIB di area parkir Diskotek Blue Star, Jalan Binjai Emplasmen, Kwala Mencirim, Kabupaten Langkat.
Saat itu, ayah tiga anak ini disergap, ditusuk, lalu dimasukkan ke bagasi mobil.
Tubuh korban kemudian dibawa ke Aceh dan dibuang ke laut di Panté Rheng, Kecamatan Samalanga, Bireuen, setelah dibungkus karung dan diberi pemberat batu.
Berdasarkan penyelidikan, Ditreskrimum Polda Sumut menetapkan tujuh tersangka, masing-masing berinisial MT, AFP, II, ZI, SS, AS, dan AB.
Mereka diduga memiliki peran berbeda, mulai dari eksekutor hingga pihak yang terlibat dalam pembuangan jasad.
Namun pada awal Agustus, penahanan para tersangka ditangguhkan karena masa penahanan berakhir sementara berkas perkara masih berstatus P-19 atau belum lengkap.
Jaksa meminta pemenuhan alat bukti penting, termasuk visum dan hasil uji DNA, untuk memastikan bahwa korban yang dibunuh benar Syahdan.
Dalam konferensi pers 11 Agustus 2025, Dirreskrimum Polda Sumut Kombes Ricko Taruna Mauruh sebelumnya telah mengulas motif pembunuhan.
Saat itu kepolisian menegaskan para tersangka dijerat Pasal 328 KUHP tentang penculikan dan Pasal 338 KUHP tentang pembunuhan.(mn.09)***
Baca Juga :
Percepatan Pemulihan Layanan di Lokasi Bencana Sumatera di Atas 80 %



















