oleh

OTT Jaksa Pascaputusan MK, Praktisi: Penegakan Hukum Lebih Terbuka

-Daerah-153 views

OTT Jaksa Pascaputusan MK, Praktisi: Penegakan Hukum Lebih Terbuka

MEDAN.Mitanews.co.id ||


Operasi Tangkap Tangan (OTT) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terhadap sejumlah jaksa di Banten dinilai menandai penegakan hukum terbuka lebar pascaputusan Mahkamah Konstitusi (MK).

Praktisi hukum Sumatera Utara, Bayu Afriyanto, mengatakan OTT tersebut menunjukkan bahwa penindakan terhadap jaksa kini tidak lagi terhambat prosedur perizinan administratif.

"Putusan MK secara prinsip membuka pintu penegakan hukum. Dalam kondisi tertentu, penindakan terhadap jaksa tidak lagi bergantung pada izin Jaksa Agung," ujar Bayu, Kamis 18 Desember 2025.

OTT KPK yang digelar di Tangerang, Rabu 17 Desember 2025, mengamankan oknum jaksa, seorang advokat, serta warga Negara Korea selatan.

Operasi itu diduga terkait praktik suap atau pemerasan dalam pengondisian penanganan perkara tenaga kerja asing.

Bayu menilai OTT ini penting karena menjadi penindakan pertama terhadap jaksa setelah terbitnya Putusan MK Nomor 15/PUU-XXIII/2025 pada 16 Oktober 2025.

Putusan tersebut mengoreksi Pasal 8 ayat (5) Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2021 yang selama ini mensyaratkan izin Jaksa Agung dalam penindakan terhadap jaksa.

Dalam pertimbangannya, MK menyatakan ketentuan izin tidak memiliki kekuatan hukum mengikat sepanjang tidak dimaknai bahwa pemanggilan, pemeriksaan, penggeledahan, penangkapan, dan penahanan terhadap jaksa harus selalu atas izin Jaksa Agung.

Pengecualian berlaku apabila jaksa tertangkap tangan atau terdapat bukti permulaan yang cukup atas dugaan tindak pidana berat atau tindak pidana khusus.

Bayu mengapresiasi langkah KPK yang tetap melakukan OTT terhadap penegak hukum.
Menurutnya, hal tersebut menegaskan bahwa status penegak hukum tidak boleh menjadi tameng.

"Penindakan ini patut diapresiasi. Pascaputusan MK, mekanisme perizinan tidak lagi relevan dijadikan penghalang dalam konteks OTT," katanya.

Ia juga menyoroti rumor kemungkinan pelimpahan perkara ke kejaksaan. Menurut Bayu, langkah itu berpotensi menimbulkan pertanyaan serius.

"OTT yang ditangani KPK seharusnya diproses secara independen. Tidak ada alasan yuridis untuk melimpahkan perkara ini ke kejaksaan," ungkapnya.

Terkait keterlibatan advokat, Bayu menegaskan perlindungan profesi hanya berlaku sepanjang dijalankan dengan itikad baik.

"Jika advokat terlibat suap, menipu klien, atau pemalsuan dokumen, maka tetap dapat dipidana," tegasnya.

Bayu menilai OTT ini merupakan peringatan bahwa praktik serupa berpotensi terjadi di banyak daerah.

Karena itu, ia mendorong penguatan kelembagaan KPK, termasuk pembentukan perwakilan di daerah.

"Penguatan KPK akan memperluas pengawasan dan mempertegas penindakan, terutama terhadap perkara yang melibatkan penegak hukum," pungkasnya. (mn.09)***

Baca Juga :
6 Kali Pemkab Sergai Dinobatkan sebagai Predikat Badan Publik Informatif di KI Awards 2025