Penanganan Kasus Perambahan Hutan Sialang Sipirok Tapsel Dinilai Janggal
TAPSEL.Mitanews.co.id ||
Sidang perkara Pidana No. 41/Pid.Sus-LH/PN.Psp dengan Terdakwa I berinisial TS dan Terdakwa II inisial RN, memasuki tahap pembuktian, Kamis 6 Maret 2025.
Dalam persidangan ini, Jaksa Penuntut Umum dari Kejaksaan Negeri Padang Lawas Utara, Rifka Cendela Sihombing SH hadirkan saksi Jemmy Juliater S. Siburian dan Minda Monda Harahap yang merupakan anggota Polres Tapsel.
Tirta R. Bintang SH, MH dan Ramses Kartago SH selaku Kuasa Hukum para Terdakwa, mencecar kedua saksi dari Polres Tapanuli Selatan (Tapsel) dengan sejumlah pertanyaan terkait kasus ini.
Antara lain, saat penyergapan apakah dihadiri oleh anggota/ahli dari KPH Sipirok? Namun, keterangan dari kedua saksi tersebut tidak seragam dan bahkan berbeda.
Satu saksi mengatakan, anggota KPH Spirok yang tidak menggunakan seragam dinas kehutanan, dan satu saksi lagi menyampaikan anggota KPH dimaksud berpakaian dinas kehutanan.
Ditanya siapa yang melakukan olah TKP dan gambar lokasi, kedua saksi mengaku tidak mengetahui siapa
yang melakukan olah TKP dan menggambar Lokasi TKP (HPT).
Kepada kedua saksi, Kuasa hukum melanjutkan pertanyaan, jika hutan itu masih belum dijamah, kenapa ada jalan menuju dan di dalam lahan Terdakwa II juga sudah ada kolam untuk pengairan.
Pertnyaan lanjutan, apakah saudara saksi mempertanyakan sejak kapan adanya jalan tersebut? Apakah kolam alami atau kolam buatan? dan Apakah ada plang pemberitahuan dari Instasi pemerintah terkait tentang larangan memanfaatkan hutan tanpa izin?
Jawaban para saksi dari beberapa pertanyaan itu tidak dapat menjelaskan dan tak mengetahui, dan mengaku hanya menjalankan perintah pimpinan karena adanya laporan masyarakat sekitar jika di lahan Desa Siboru Toba itu ada yang mengunakan alat berat jenis excavator.
Kuasa hukum pun mempertanyakan kembali, jika ada laporan warga setempat, berarti sudah ada pemukiman warga, atau sudah ada lahan perkebunan warga lainnya di sekitar TKP. Apakah termasuk juga hutan perawan jika sudah ada pemukiman warga?
Saksi menjelaskan tidak melihat dan tidak mengetahui karena para saksi hanya fokus kepada alat berat dan tdak terlalu memperhatikan di luar area itu.
"Sangat mengherankan jika para saksi saat ke lokasi tidak melihat-lihat sekeliling sekitar area (TKP) tersebut," pungkas Kuasa Hukum, Tirta.
Kemudian, ketika Jaksa Penuntut Umum mempertanyakan gambar siapa yang ada di samping excavator? Saksi jawab gambar ASN, salah satu anggota Polres Tapsel, bukan gambar saksi sendiri.
Jawaban itu pun dirasa membingungkan, karena pada penjelasan lain menyatakan saksi sendiri yang mendatangi Terdakwa I untuk segera memberhentikan operasi alat berat.
Selanjutnya Kuasa Hukum Terdakwa I dan II di persidangan ini mengajukan bukti surat berupa alas hak sebanyak 22 bukti Surat Ganti Rugi dari Sahrin Batubara yang diduga mantan anggota Polisi.
Jual beli lahan seluas 180 hektar yang dibeli suami Terdakwa II dari Sahrin Batubara seharga Rp 1,8 miliar.tersebut saat itu dilakukan di hadapan Juragan Harahap selaku Kepala Desa Sialang Dusun Siboru Toba.
Kepada wartawan, Kuasa Hukum para Terdakwa usai sidang menegaskan,
Terdakwa II memperoleh tanah tersebut warisan dari suaminya dengan alas hak hukum yang kuat (Surat Segel/Tanah Adat/Ganti Rugi).
Dijelaskan, jika areal yang dijual Sahrin Batubara saat itu adalah hutan produktif, maka mestinya Kapolri, KPK dan Kejaksaan Agung harus mengusut dan melakukan penyelidikan/penyidikan memeriksa Sahrin Batubara sebagai penjual, dan Juragan Harahap selaku Kepala Desa Sialang.
“Kenapa hutan produktif bisa diperjual belikan? Berarti ini merupakan suatu tindak pidana korupsi. Jangan klien kami yang dikorbankan. Padahal klien kami adalah pembeli yang beritikad baik yang membeli areal tersebut dengan seharga Rp1,8 miliar," ungkapnya.
Kuasa hukum juga mengaku sudah melayangkan surat kepada Kapolri, KPK, dan Jaksa Agung untuk melakukan tindakan hukum terhadap Sahrin Batubara dan Juragan Harahap.
Selain menyangkut materi perkara, Kuasa Hukum menyampaikan, pihaknya sudah berkirim surat ke Kepala Divisi Propam Mabes Polri agar segara melakukan pemeriksaan dan
penindakan terhadap oknum Polres Tapsel berinisial IP dan AEP.
Saat memeriksa, keduanya diduga meminta uang sebanyak Rp230 juta ke TS bertujuan untuk menutup perkara agar tidak dilanjutkan atau dihentikan. Namun pada kenyataannya perkara tetap berlanjut hingga ke tingkat peradilan.
Diketahui, perkara ini bermula pada 21 Oktober 2024 Terdakwa I TS telah tertangkap tangan merambah hutan di Desa Sialang Dusun Siboru Toba oleh Polres Tapsel.
Menurut Terdakwa I areal tersebut milik Terdakwa II yang diperolehnya dari almarhum suaminya. Alas hak Terdakwa II atas areal ini berupa Surat Ganti Rugi dari Sahrin Batubara, yang dilakukan di hadapan, diketahui, dan ditandatangani oleh Kepala Desa Sialang.
Kata Tirta Kuasa Hukum terdakwa, perkara ini dipaksakan untuk diproses, sebagaimana dalam fakta dan data-data serta informasi yang didapat keterangan dari Terdakwa I dan Terdakwa II, bahwa Terdakwa I saat itu ditahan dan diminta keterangannya, dan tidak diperbolehkan pulang sejak 21 Oktober sampai 25 Oktober 2024.
Selanjutnya Terdakwa II juga saat itu baru tiba di Tapsel dari Jakarta pada 23 Oktober 2024, dengan itikad baik ingin melihat Terdakwa I. Tapi secara tiba-tiba Terdakwa II di BAP dan dimintai bukti-bukti kepemilikan hak milik almarhum suami Terdakwa II. Namun dalam keterangan BAP itu, penyidik tidak menerangkan keterangan sebagaimana yang dijelaskan Terdakwa II.
Selanjutnya, proses hukum pemeriksaan ini juga dinilai janggal karena Laporan Polisi pada 23 Oktober 2024, namun penyergapan/penahanan terhadap Terdakwa I sudah sejak 21 Oktober 2024, dan proses hukum begitu cepat.
Karena TS dan RN telah ditetapkan tersangka pada 24 Oktober 2024, dan dinilai tanpa mengindahkan bukti yang ditunjukkan Terdakwa II serta mengklarifikasi terhadap Juragan Harahap (Kepala Desa
Sialang Dusun Siboru Toba) serta penjual Sahrin Batubara selaku penjual kepada suami Almarhum Terdakwa II.
Sehingga, Kuasa Hukum Terdakwa menilai penyelidikan/penyidikan ini belum sempurna. Karena penyelidikan adalah serangkaian tindakan penyelidik untuk mencari dan menemukan suatu peristiwa yang diduga sebagai tindak pidana guna menentukan dapat tidaknya dilakukan penyidikan menurut cara yang diatur dalam Undang-undang ini (Pasal 1 angka 5 KUHAP dan Pasal 1 angka 7 Perkap Nomor 6 Tahun 2019).
Sedangkan penyidikan adalah adalah serangkaian tindakan penyidik dalam hal dan menurut cara yang diatur dalam Undang-undang ini untuk mencari serta mengumpulkan bukti yang dengan bukti itu, membuat terang tindak pidana yang terjadi dan guna menemukan tersangkanya (Pasal 1 angka 2 KUHAP dan Pasal 1 angka 2 Perkap Nomor 6 Tahun. (mn.11)***
Baca Juga :
Pemkab Nisut Sosialisasi Pengelolaan Penggunaan Dana Desa