Penanganan Perkara Tindak Pidana Pencucian Secara In Absentia
Penulis : Rifka Candela Sihombing (Mahasiswa Magister Ilmu Hukum Universitas Sumatera Utara)
Mitanews.co.id ||
Istilah "money laundering" (pencucian uang) mulai dikenal luas pada abad ke-20, khususnya pada era 1920-an di Amerika Serikat. Pada masa itu, mafia dan organisasi kejahatan terorganisir, seperti Al Capone, mengelola bisnis ilegal seperti perdagangan minuman keras (saat pelarangan alkohol), perjudian, dan pelacuran.
Untuk menyamarkan asal-usul kekayaan dari kegiatan kriminal ini, mereka sering membeli bisnis sah, seperti laundromat (tempat pencucian pakaian), dan mencampurkan uang hasil kejahatan ke dalam pendapatan bisnis tersebut. Dengan cara ini, uang kotor yang dihasilkan dari aktivitas ilegal tampak seolah-olah berasal dari bisnis yang sah.
Inilah yang kemudian memunculkan istilah "money laundering" atau pencucian uang.
Di Indonesia, Penanganan tindak pidana Pencucian Uang dimulai sejak disahkannya Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2002 tentang Tindak Pidana Pencucian Uang sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2003 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2002 tentang Tindak Pidana Pencucian Uang.
Namun upaya tersebut dirasa belum optimal sehingga untuk memenuhi kepentingan nasional dan menyesuaikan standar internasional, disahkanlah Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 2010 Tentang Pencegahan Dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang.
Jika dilihat dalam penjelasan atas Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 2010 Tentang Pencegahan Dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang, Pada umumnya pelaku tindak pidana berusaha menyembunyikan atau menyamarkan asal usul Harta Kekayaan yang merupakan hasil dari tindak pidana dengan berbagai cara agar Harta Kekayaan hasil tindak pidananya susah ditelusuri oleh aparat penegak hukum sehingga dengan leluasa memanfaatkan Harta Kekayaan tersebut baik untuk kegiatan yang sah maupun tidak sah.
Karena itu, tindak pidana Pencucian Uang tidak hanya mengancam stabilitas dan integritas sistem perekonomian dan sistem keuangan, tetapi juga dapat membahayakan sendi-sendi kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
In absentia merupakan istilah dalam bahasa Latin yang berarti "dalam ketidakhadiran" atau "tanpa kehadiran" Dalam konteks hukum, persidangan in absentia adalah suatu proses peradilan di mana terdakwa diadili tanpa kehadirannya di pengadilan.
Pada penanganan perkara Tindak Pidana Pencucian Uang dapat diselesaikan secara in absentia hal ini diatur dalam Pasal 79 UU No. 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang mengatur tentang dalam hal terdakwa telah dipanggil secara sah dan patut tidak hadir di sidang pengadilan tanpa alasan yang sah, perkara dapat diperiksa dan diputus tanpa hadirnya terdakwa dan Putusan yang dijatuhkan tanpa kehadiran terdakwa diumumkan oleh penuntut umum pada papan pengumuman pengadilan, kantor pemerintah daerah, atau diberitahukan kepada kuasanya.
Ketentuan tersebut dimaksudkan agar dalam penanganan perkara pencegahan dan pemberantasan tindak pidana Pencucian Uang dalam pelaksanaan peradilannya dapat berjalan dengan efektif maka jika terdakwa telah dipanggil secara sah dan patut tidak hadir di sidang pengadilan tanpa alasan yang sah, perkara tersebut tetap diperiksa tanpa kehadiran terdakwa.
Selanjutnya pada Pasal 80 UU No. 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang menyebutkan Terhadap hakim yang memutus tanpa kehadiran terdakwa (in absentia), terdakwa dapat mengajukan banding yang harus dilakukan langsung oleh terdakwa paling lama 7 (tujuh) hari setelah putusan diucapkan diaman terdakwa harus hadir dan menandatangani sendiri akta pernyataan banding di pengadilan negeri yang memutus perkara tersebut.
Kekhususan pengaturan persidangan secara in absentia dalam penanganan perkara Tindak Pidana Pencucian Uang merupakan salah satu bentuk upaya pencegahan dan pemberantasan tindak pidana pencucian uang sehingga dalam pelaksanaan peradilannya dapat berjalan dengan lancar, maka jika terdakwa telah dipanggil secara sah dan patut tidak hadir di sidang pengadilan tanpa alasan yang sah, perkara tersebut tetap diperiksa tanpa kehadiran terdakwa. Hal ini penting untuk memastikan bahwa penegakan hukum tetap dapat dilakukan dan untuk memberikan kepastian hukum, serta melindungi kepentingan negara dan masyarakat dari dampak pencucian uang.***
Baca Juga :
Dikeluhkan Para Abang Becak, Pasangan KEDAN Akan Segera Perbaiki Akses Jalan Dangol Tobing Pandan