oleh

Penyidik Dinilai tak Netral, Kuasa Hukum Rahmadi Desak Evaluasi Kasus Kompol DK

-Hukum-169 views

Penyidik Dinilai tak Netral, Kuasa Hukum Rahmadi Desak Evaluasi Kasus Kompol DK

MEDAN.Mitanews.co.id ||


Tim kuasa hukum Rahmadi menuding penyidik Direktorat Reserse Kriminal Umum (Ditreskrimum) Polda Sumatera Utara (Sumut) tidak netral dalam menangani laporan dugaan penganiayaan oleh Kompol Dedi Kurniawan (DK).

Mereka menilai penyidik gagal menjaga jarak profesional dan cenderung membenarkan kekerasan aparat.

"Penyidik seharusnya berdiri di tengah, bukan menjadi pembela pelanggaran hukum," ujar Ronald M. Siahaan, kuasa hukum Rahmadi, seusai gelar perkara di Polda Sumut, Senin 10 November 2025.

Menurut Ronald, tindakan Kompol DK saat penangkapan di Tanjungbalai pada 3 Maret 2025 melanggar SOP dan prinsip hak asasi manusia sebagaimana diatur dalam Peraturan Kapolri Nomor 8 Tahun 2009.

"Penangkapan brutal tanpa dasar hukum jelas adalah pelanggaran serius terhadap due process of law," jelasnya.

Yang membuat tim kuasa hukum geram, penyidik justru menyebut kekerasan itu 'wajar'. Ronald menilai pernyataan tersebut berbahaya.

"Begitu kekerasan dianggap lumrah, negara hukum sedang dikorbankan," jelas Ronald.

Mereka juga menuding ada upaya menutup-nutupi pelanggaran. Padahal, Bidpropam Polda Sumut telah menjatuhkan sanksi demosi tiga tahun terhadap Kompol DK.

"Kalau tak ada pelanggaran, kenapa ada sanksi? Ini bukti inkonsistensi internal Polda Sumut," kata Thomas Tarigan, anggota tim hukum.

Oleh karena itu, Tim kuasa hukum mendesak Kapolda Sumut mengevaluasi penyidik yang menangani perkara ini dan berencana melapor ke Divisi Propam Mabes Polri, Komnas HAM, dan pihak terkait launnya.

"Kami tak mencari sensasi. Kami ingin memastikan tak ada aparat kebal hukum," ujar Ronald.

Di sisi lain, kuasa hukum Kompol DK, Hans Silalahi, bersikukuh kliennya tak bersalah.

"Semua sesuai SOP. Mereka sudah dua kali kalah praperadilan," katanya.

Saat ditanya soal sanksi demosi, ia menjawab singkat.

"Biasa itu," kata Hans sembari menambahkan, pihaknya sudah mengajukan banding.

Bagi tim Rahmadi, sikap itu justru mempertegas budaya membenarkan kekerasan di tubuh kepolisian.

"Selama kekerasan dianggap hal biasa, keadilan hanya jadi slogan di dinding kantor polisi," kata Ronald.

Rahmadi sebelumnya ditangkap tim Ditresnarkoba Polda Sumut di Tanjungbalai. Polisi menyebut menemukan narkotika, tapi keluarga menuding ada penyiksaan dan pelanggaran prosedur.

Praperadilan yang diajukan pada April 2025 ditolak, dan perkara berlanjut ke Pengadilan Negeri Tanjungbalai.

Selama proses hukum, keluarga menemukan saldo rekening Rahmadi berkurang Rp11,2 juta. Dugaan penyalahgunaan akses rekening itu belum direspons penyidik.

Pada 30 Oktober 2025, majelis hakim PN Tanjungbalai memvonis Rahmadi lima tahun penjara, lebih ringan dari tuntutan sembilan tahun jaksa.

Namun, sehari sebelumnya, Kompol DK telah dinyatakan bersalah oleh Bidpropam dan dijatuhi demosi.

"Dua putusan berbeda dalam satu perkara. Satu dihukum, satu dibenarkan. Di situlah absurditas penegakan hukum kita," pungkas Ronald.(mn.09)***

Baca Juga :
DHD 45 Sumut Anugerahkan Medali Kejuangan 9 Windu dari DHN kepada Bupati Hendri Yanto dan H. Khairuddin Syah Sitorus