oleh

Suara Wakil Rakyat yang Bertaji: M Afri Rizki Lubis dan Pelajaran dari Trotoar yang Dikembalikan Haknya

-Daerah-170 views

Suara Wakil Rakyat yang Bertaji: M Afri Rizki Lubis dan Pelajaran dari Trotoar yang Dikembalikan Haknya

Oleh Zulfikar Tanjung

Mitanews.co.id ||
Dalam percaturan demokrasi lokal, suara wakil rakyat sering kali tenggelam dalam retorika tanpa aksi. Namun, apa yang dilakukan Wakil Ketua Komisi IV DPRD Medan, M Afri Rizki Lubis, SM, MIP, membalikkan asumsi itu. Ia menunjukkan bahwa ketika suara parlemen disuarakan dengan benar, berlandaskan hukum, dan berpihak kepada kepentingan publik, maka suara itu memiliki kuasa yang besar untuk mengubah keadaan.

Kontroversi pengaspalan trotoar tanpa izin oleh sebuah usaha kuliner bernama Dara Kupi di Jalan Sei Batanghari, Medan, menjadi panggung pembuktian. Trotoar—yang secara hukum merupakan ruang publik untuk pejalan kaki—diubah secara sepihak menjadi lahan parkir. Bagi sebagian orang, pelanggaran ini mungkin terlihat sepele. Tapi tidak bagi Rizki Lubis. Ia membaca persoalan ini sebagai simbol ketimpangan, di mana ruang publik yang semestinya menjadi hak warga, direbut oleh kepentingan komersial.

Alih-alih membiarkan pelanggaran ini berlalu begitu saja, Rizki bersuara keras dan jernih. Ia mengutip langsung ketentuan dalam UU No. 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan yang menyatakan trotoar adalah untuk pejalan kaki. Ia tidak hanya menyampaikan kritik, tetapi mendesak tindakan tegas dari Pemerintah Kota Medan, mulai dari pemberian surat peringatan, pembongkaran, hingga penertiban parkir liar.

Apa yang membuat langkah ini signifikan bukan hanya karena substansinya, tetapi karena pengawasan sosial ini benar-benar direspons dan dieksekusi oleh eksekutif. Pemko Medan melalui Satpol PP membongkar aspal ilegal tersebut, mengembalikan fungsi trotoar, bahkan menghidupkan kembali saluran drainase. Semua itu dilakukan dengan pengawalan langsung dari Rizki. Kritiknya tidak menguap sebagai wacana; ia menjelma menjadi perubahan nyata.

Fenomena ini menunjukkan bahwa kuasa wakil rakyat bukan terletak pada jumlah kata yang disampaikan, tetapi pada kejelasan arah dan keberpihakan suara itu. Dalam hal ini, Rizki menjadi teladan—bukan karena posisinya, tetapi karena kejujuran dan keberaniannya untuk memperjuangkan keadilan sosial, walau hanya dari sepetak trotoar.

Lebih jauh, aksi ini mengirimkan pesan kuat bahwa pelanggaran tata kota tidak bisa ditoleransi, sekecil apa pun bentuknya. Ia menegaskan bahwa hukum tidak boleh tunduk pada kapital, dan ruang publik bukan barang dagangan. Ketika ada wakil rakyat yang berdiri tegak memperjuangkan ini, maka sistem demokrasi kita bekerja sebagaimana mestinya.

Apa yang dilakukan Rizki Lubis adalah refleksi tentang makna asli dari mandat rakyat. Ia tidak hanya mengawasi, tetapi hadir dan mengawal hingga persoalan selesai. Ia membuktikan bahwa politik lokal bisa bersih dan berdampak, ketika dijalankan oleh orang yang tepat, dengan cara yang benar.

Dalam lanskap politik yang sering diwarnai sinisme publik, sosok seperti Rizki memberi harapan. Ia membuktikan bahwa suara wakil rakyat bisa menjadi senjata perubahan, jika diarahkan untuk kepentingan rakyat itu sendiri. Karena pada akhirnya, kekuasaan bukanlah tentang jabatan, tetapi tentang keberanian menyuarakan kebenaran untuk keadilan sosial.(penulis bersertifikat wartawan utama dewan pers)***

Baca Juga :
Keteladanan Baru dari Tapanuli Selatan: Bupati Turun Langsung, Rakyat Merasa Dilindungi

News Feed