Wakil yang Tak Datang sebagai Tamu: Cermin Ketulusan Syafrizal dalam Kebahagiaan Sang Bupati
Mitanews.co.id ||
Dalam dunia birokrasi lokal, relasi antara bupati dan wakilnya sering kali dipenuhi dinamika, bahkan kadang diiringi tarik-ulur kepentingan yang tersirat. Maka, apa yang terjadi di Kabupaten Batubara, Sumatera Utara, layak menjadi sorotan dan teladan.
Saat pernikahan putri kedua Bupati Batubara H. Baharuddin Siagian,
Luthfa Taqwima Siagian, SH, yang dipersunting oleh Adi Perdana Lubis, SH, M.Kn publik menyaksikan satu pemandangan yang mencerminkan etika kepemimpinan yang humanis, kolaboratif, dan penuh ketulusan.
Dalam momentum ini wakil bupati Syafrizal SE, MAP beserta isteri hadir bukan sebagai tamu kehormatan, melainkan sebagai bagian dari keluarga.
Dalam setiap momentum prosesi yamg hampir sepekan mulai dari dzikir dan doa arwah, wirid Yasin, penyantunan anak yatim, haflah Al Quran, malam berinai, hingga resepsi pernikahan, Minggu (15/6) Syafrizal terlihat bergerak aktif, bukan untuk menonjolkan diri, melainkan untuk memastikan segalanya berjalan lancar.
Ia bukan sekadar berdiri di barisan penerima tamu. Ia mondar-mandir, menyapa, menenangkan, membantu, bahkan mengontrol langsung kesiapan para ASN yang terlibat. Tidak ada jarak birokratis. Tidak ada sekat formalitas. Hanya ketulusan dan loyalitas yang mengalir dalam sikapnya.
Sikap ini bukan hanya mencerminkan hubungan personal yang kuat antara bupati dan wakilnya, tetapi juga menjadi gambaran etos kerja dan komitmen yang perlu dibangun dalam politik lokal. Syafrizal menunjukkan bahwa jabatan bisa menjadi alat penguat solidaritas dan pelayanan—bahkan dalam suasana non-formal seperti perhelatan keluarga.
Apa yang dilakukan Syafrizal tak hanya menjunjung tinggi nilai persaudaraan dan tanggung jawab, tapi juga menghidupkan makna gotong-royong dalam konteks kepemimpinan. Ia tidak perlu instruksi. Ia hadir dan berperan dengan penuh kesadaran. Di situlah letak nilai lebihnya: sebuah tindakan yang lahir dari keikhlasan, bukan tuntutan jabatan.
Publik tentu tidak buta. Masyarakat mencatat dengan baik siapa pemimpin yang benar-benar hadir di tengah mereka. Dalam konteks itu, Syafrizal berhasil membangun citra yang kuat sebagai pemimpin yang rendah hati, sigap, dan mampu menjaga kekompakan dalam tubuh pemerintahan. Citra yang tidak dibentuk oleh promosi, tetapi oleh perilaku nyata yang terbaca oleh mata dan hati masyarakat.
Di sisi lain, Bupati Baharuddin Siagian juga patut diapresiasi. Kepemimpinan yang mampu memelihara harmoni dengan wakilnya di tengah dinamika pemerintahan adalah sesuatu yang patut dibanggakan. Harmoni ini, yang memancar dalam suka cita pesta keluarga, menjadi refleksi dari kepemimpinan yang sehat, beradab, dan saling percaya.
Di tengah krisis keteladanan dalam politik lokal, kisah sederhana namun sarat makna dari Batubara ini adalah oase. Sebuah pelajaran bahwa kekuasaan tidak selalu harus kaku dan formal. Ia bisa hangat, penuh cinta, dan tetap menjunjung etika, selama dijalankan dengan hati.
Maka tepat kiranya kita mengatakan: Syafrizal bukan sekadar wakil bupati. Ia adalah saudara dalam pengabdian. Dan dari pesta bahagia sang bupati, kita belajar bahwa kadang, ukuran sejati dari kepemimpinan adalah saat seorang pemimpin hadir bukan karena undangan, tetapi karena kepedulian. (Zulfikar Tanjung Wartawan Utama)***
Baca Juga :
Gubsu Bobby dan Ny Kahiyang Disambut Akrab; Pesta Pernikahan Putri Bupati Batubara Jadi Ajang Kebersamaan