oleh

7 Terduga Pembunuh Syahdan Lubis Dilepaskan, Jaksa Disebut-sebut Tolak Berkas

-Hukum-145 views

7 Terduga Pembunuh Syahdan Lubis Dilepaskan, Jaksa Disebut-sebut Tolak Berkas

MEDAN.Mitanews.co.id ||


Pipit Widari tak kuasa menahan air mata ketika mendengar tujuh orang yang sebelumnya ditetapkan sebagai tersangka pembunuhan suaminya, Syahdan Syahputra Lubis, dilepaskan dari tahanan.

Jaksa menolak berkas perkara yang dilimpahkan penyidik Polda Sumatera Utara (Sumut) dengan alasan alat bukti belum lengkap.

"Saya kecewa. Suami saya mati dibunuh, tapi pelakunya malah dilepaskan begitu saja," kata Pipit lirih, Senin, 10 November 2025.

Demi keadilan, ibu tiga anak ini meminta aparat penegak hukum meninjau ulang proses yang disebutnya janggal.

Pipit mengaku, salah satu tersangka berinisial SS bahkan sempat memamerkan kebebasannya.

"Dia seperti menunjukkan kekuatan. Saya dan anak-anak tidak aman," ujarnya.

Untuk itu, Pipit berharap Presiden, Kapolri, dan Jaksa Agung turun tangan.

"Saya hanya ingin keadilan," katanya.

Kasus ini berawal dari kematian Syahdan Syahputra Lubis, seorang pemborong asal Lubuk Pakam, yang tewas dibunuh lalu jasadnya dibuang ke laut di perairan Bireuen, Aceh.

Polisi menetapkan tujuh orang sebagai tersangka, yakni M, AFP, SS, ZI, II, A, dan AB setelah penyidikan intensif berdasarkan laporan Pipit pada 25 April 2025.

Dalam konferensi pers 11 Agustus 2025, Direktur Reserse Kriminal Umum (Dirreskimum) Polda Sumut, Kombes Ricko Taruna Mauruh, menjelaskan pembunuhan dipicu persoalan utang narkoba dengan seorang pria bernama Iskandar Daud, yang kini buron.

Menurut Ricko, Daud memerintahkan tujuh orang itu untuk menculik dan membunuh korban.

Peristiwa terjadi pada Selasa, 8 April 2025, sekitar pukul 03.00 WIB di pelataran parkir Diskotek Blue Star, Jalan Binjai Emplasmen, Kwala Mencirim, Kota Binjai.

Saat itu, korban disergap, ditusuk, lalu dimasukkan ke bagasi mobil. Mereka membawa jasadnya ke Aceh, membungkusnya dalam karung, mengikatnya dengan batu, dan membuangnya ke laut Pante Rheng, Kecamatan Samalanga, Bireuen.

Kemudian, Kombes Rico menegaskan bahwa Polda Sumut menjerat para tersangka dengan Pasal 328 KUHP tentang penculikan dengan ancaman maksimal 12 tahun penjara dan Pasal 338 KUHP tentang pembunuhan, ancaman maksimal 15 tahun penjara.

Namun, ketika berkas perkara dilimpahkan ke kejaksaan, jaksa menolaknya. Alasan utama, jasad korban belum ditemukan, sehingga unsur pembuktian dianggap belum sempurna.

Langkah ini menuai kritik dari kalangan hukum.

Praktisi hukum Sumatera Utara, Zakaria Rambe, menilai alasan itu keliru secara yuridis. Menurutnya, jaksa menafsirkan hukum secara sempit dan formalis.

"Peristiwa hukumnya nyata. Ada keterangan saksi, pengakuan pelaku, hasil olah TKP, dan petunjuk yang mengarah pada terjadinya pembunuhan. Itu sudah memenuhi unsur alat bukti sebagaimana diatur dalam Pasal 184 ayat (1) KUHAP," ujar Zakaria lewat sambungan telepon.

Dijelaskannya, Pasal tersebut menegaskan bahwa alat bukti yang sah meliputi keterangan saksi, keterangan ahli, surat, petunjuk, dan keterangan terdakwa.

"Tidak ada satu pun yang mensyaratkan keberadaan jasad korban sebagai bukti mutlak," jelas Bang Zek, sapaan akrab Ketua Jaringan Masyarakat Pemantau Kepolisian (Jampi) ini.

Ia menambahkan, logika hukum ini juga sejalan dengan Pasal 183 KUHAP, yang menegaskan bahwa hakim dapat menjatuhkan pidana apabila terdapat sekurang-kurangnya dua alat bukti yang sah dan keyakinan hakim bahwa tindak pidana benar-benar terjadi.

"Artinya, sekalipun jasad belum ditemukan, dua alat bukti yang sah seperti keterangan saksi dan pengakuan pelaku sudah cukup. Menolak berkas hanya karena jasad belum ditemukan justru melampaui logika hukum acara pidana," tegasnya.

Sekaitan dengan itu, Zakaria lalu memberi analogi yang mencolok.

"Kalau seseorang mencuri beras, lalu beras itu dimasak dan dimakan, apakah penyidik harus menghadirkan kotorannya di pengadilan sebagai bukti? Tidak. Yang dinilai adalah perbuatan dan rangkaian buktinya, bukan fisik benda hasil kejahatan," imbuhnya.

Menurutnya, penolakan berkas berpotensi mencederai asas due process of law dan hak korban atas keadilan.

Maka dari itu, Bang Zek mendorong keluarga korban melapor ke Komisi Kejaksaan agar langkah penolakan diperiksa secara etik dan administratif.

"Ini pembunuhan, penghilangan nyawa manusia. Tidak boleh ada ruang kompromi," katanya.

Polda Sumut menegaskan penyidikan belum dihentikan. Tim Jatanras masih memburu otak pelaku, Iskandar Daut, sekaligus menelusuri lokasi pembuangan jasad korban di perairan Aceh. Status Daftar Pencarian Orang (DPO) terhadap Daud juga sudah diterbitkan.

Namun bagi Pipit Widari, proses hukum yang berlarut terasa seperti luka kedua.

"Saya tidak ingin apa-apa lagi. Cukup keadilan untuk suami saya, agar anak-anak saya tahu negara ini masih punya hati," ucapnya pelan sembari menyeka air mata.(mn.09)***

Baca Juga :
DHD 45 Sumut Apresiasi Presiden Prabowo: Tokoh Simalungun Rondahaim Saragih Ditetapkan Pahlawan Nasional

News Feed