Polisi dan P2TP2A Dinilai Lamban Tangani Kasus Penyiksaan Anak di Palas
PALAS.Mitanews.co.id ||
Kasus dugaan penyiksaan terhadap seorang anak perempuan berusia 10 tahun di Kabupaten Padang Lawas, Sumatera Utara, mendapat sorotan tajam dari Ketua Perhimpunan Advokat Indonesia (Peradi) Padang Lawas Raya, Martua Gading Daulay, SH, MH.
Peristiwa yang terjadi pada 26 Juni 2025 ini menimpa korban setelah dituduh mencuri jajanan dan uang dari sebuah warung. Tiga orang terduga pelaku, yakni LN alias Sulaiman dan dua anaknya, D dan M, diduga melakukan kekerasan fisik dengan memukul, mengikat, hingga menyundut tubuh korban dengan api rokok di depan warga.
Ayah korban, DH, melaporkan kasus ini ke Polres Padang Lawas pada 27 Juni 2025 dengan STTLP Nomor B/193/VI/2025. Namun, hingga kini belum ada satu pun dari tiga terduga pelaku yang ditetapkan sebagai tersangka.
P2TP2A Dinilai Tidak Berperan Aktif
Martua Gading Daulay menyesalkan sikap Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Anak (P2TP2A) Padang Lawas, yang berada di bawah naungan Dinas Pemberdayaan Perempuan, Perlindungan Anak, dan Keluarga Berencana (DP3AKB) Padang Lawas, karena tidak terlihat berperan aktif membantu korban.
“Ini adalah kasus kekerasan terhadap anak yang seharusnya langsung ditangani dengan cepat dan menyeluruh oleh P2TP2A. Ada mandat hukum yang jelas, tapi faktanya mereka seperti tutup mata,” tegas Martua, Sabtu 10 Agustus 2025.
Martua mengutip Pasal 21 ayat (1) Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak:
“Pemerintah, pemerintah daerah, dan lembaga negara lainnya berkewajiban dan bertanggung jawab untuk memberikan perlindungan khusus kepada anak yang menjadi korban tindak kekerasan.”
Selain itu, Pasal 59A ayat (1) dan (2) mengatur bahwa pemerintah daerah wajib proaktif memberikan layanan kesehatan, rehabilitasi, pendampingan hukum, dan perlindungan sosial kepada anak korban kekerasan.
“Proaktif artinya tidak menunggu diminta. P2TP2A seharusnya mendatangi korban, memberikan pendampingan psikologis, serta mengawal proses hukumnya,” tambah Martua.
Polres Padang Lawas Dinilai Lamban
Martua juga mengkritik Polres Padang Lawas yang dinilai lamban dalam menetapkan tersangka, padahal bukti rekaman CCTV, visum, dan kesaksian warga diduga sudah ada
“Laporan sudah sebulan lebih, bukti awal cukup, tapi belum ada tersangka. Ini mengirim pesan buruk bahwa kekerasan terhadap anak bisa diabaikan. Polisi harus bergerak cepat demi kepastian hukum dan perlindungan korban,” ujarnya.
Martua menegaskan, Peradi Padang Lawas Raya siap memberikan bantuan hukum jika dibutuhkan, dan mengingatkan aparat penegak hukum bahwa lambannya penanganan kasus kekerasan anak adalah bentuk pengabaian terhadap hak konstitusional anak yang dijamin undang-undang.
Terpisah Donna Siregar, SH menambahkan, menilai kasus ini menunjukkan lemahnya komitmen perlindungan anak di tingkat daerah.
Donna menambahkan, lambannya kinerja kepolisian dalam menetapkan tersangka juga memperpanjang penderitaan korban.
“Bukti sudah ada, pelaku sudah diketahui, tapi proses hukum seperti jalan di tempat. Kepolisian seharusnya menerapkan prinsip child protection first, bukan membiarkan kasus berlarut-larut. Setiap hari yang terlewati tanpa penindakan adalah bentuk pengabaian terhadap korban,” ujarnya.
Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 jelas menempatkan anak korban kekerasan sebagai prioritas perlindungan hukum, sehingga semua pihak terkait, baik pemerintah daerah maupun aparat penegak hukum, wajib mengambil tindakan cepat, tepat, dan berpihak pada korban
“Kalau aparat dan lembaga perlindungan anak bekerja setengah hati, pesan yang sampai ke masyarakat adalah kekerasan terhadap anak bisa dinegosiasi. Itu berbahaya. Harus ada tindakan hukum tegas tanpa kompromi,” pungkasnya.(MN.02)***
Baca Juga :
Bupati Batu Bara Perkuat Bukti Menyatu dengan Program Bobby Nasution melalui Dana Bagi Hasil