Sudahkah Biro Adpim Nol Isu ? : Mengendus Jejak Ady Putra di Tengah Gelombang “Bersih-Bersih” Bobby (BAGIAN 1)
Oleh Zulfikar Tanjung
Mitanews.co.id ||
Dalam lanskap pemerintahan modern yang semakin menuntut keterbukaan, integritas, dan kecepatan komunikasi, Biro Administrasi Pimpinan (Adpim) bukanlah sekadar unit kerja. Ia adalah titik sentral citra, garda depan representasi, dan interface strategis antara pemimpin dan publik.
Maka ketika Gubernur Sumatera Utara, Bobby Nasution, menggulirkan gerakan "bersih-bersih birokrasi", semua mata tak bisa tidak menoleh ke satu titik krusial: siapa yang mengelola citranya?
Nama itu kini bernama Ady Putra Parlaungan. Dilantik sebagai Kepala Biro Adpim Setdaprovsu oleh Gubernur Bobby Nasution, kehadiran Ady Putra otomatis masuk dalam orbit kepercayaan utama sang gubernur.
Bukan hanya sebagai pengendali administratif, tetapi sebagai penentu bagaimana suara, wajah, dan kebijakan Bobby dikemas dan disampaikan ke publik. Dan di titik inilah pentingnya satu kata yang kian sakral dalam tata kelola hari ini: integritas.
Biro Adpim bukan sekadar "mewakili" pimpinan. Ia adalah cermin langsung dari kualitas kepemimpinan. Tidak ada ruang untuk bias. Tidak ada toleransi untuk setengah hati. Dari penyusunan pidato hingga pengelolaan protokol, dari pelayanan media hingga hubungan dengan stakeholder strategis, semua adalah proses pencitraan yang harus berdiri di atas fondasi kepercayaan dan kredibilitas.
Oleh karena itu, isu sekecil apapun yang muncul dalam biro ini tak boleh disepelekan, apalagi dibiarkan menggantung tanpa respons. Sebab dalam dunia komunikasi publik, persepsi seringkali lebih mematikan dari kenyataan. Dan persepsi publik tentang Bobby Nasution bisa runtuh hanya karena kelemahan kecil di pintu depan: Biro Adpim.
*Ady Putra di Pusaran "Bersih-Bersih"*
Penunjukan Ady Putra tak terjadi di ruang hampa. Ia muncul di tengah atmosfer yang sarat ekspektasi—sebuah gerakan reformasi birokrasi yang dikomandoi langsung oleh Bobby Nasution.
Lewat Inspektorat Pemprovsu, Bobby membangun narasi good governance, menolak kompromi terhadap penyimpangan, dan meletakkan standar tinggi untuk seluruh OPD. Dalam kerangka itu, Biro Adpim seharusnya menjadi lokomotif etika dan profesionalisme, bukan titik rawan.
Maka ketika jika muncul bisik-bisik publik—sekecil apapun—soal performa, gaya kepemimpinan, atau isu integritas yang menyentuh Biro Adpim, itu bukan sekadar tantangan personal bagi Ady Putra, tapi juga ancaman reputasional bagi gubernur yang mengusung semangat “Sumut Berkah”.
*Nol Isu, Bukan Nol Tanggap*
Diam bukan opsi. Dalam dunia komunikasi strategis, tidak merespons berarti membiarkan isu membesar dalam ruang tak bertuan. Biro Adpim harus berprinsip: bersih saja tidak cukup, tapi harus tampak bersih. Setiap tudingan harus dihadapi dengan klarifikasi terbuka, dengan data dan kinerja sebagai jawaban.
Ketegasan dalam menjawab isu—bukan menyembunyikannya—justru akan memperkuat posisi dan legitimasi Ady Putra sebagai pemimpin yang layak di garis depan.
Dan bila Biro Adpim gagal dalam menjaga kepercayaan publik, maka kegagalan itu bukan milik biro semata—tapi akan melekat pada sosok Bobby Nasution.
Posisi Ady Putra hari ini bukan jabatan biasa. Ia bukan hanya memimpin biro administratif. Ia memegang kendali atas wajah pemerintahan. Setiap keputusan, respons, dan bahasa tubuh biro ini akan dibaca sebagai arah dan napas dari gubernurnya.
Maka pertanyaannya menjadi sangat serius: Sudahkah Ady Putra menjawab kepercayaan itu dengan penuh kesadaran? Sudahkah ia menjadikan Biro Adpim benar-benar nol isu—bukan hanya di data, tapi juga di persepsi?
Jika jawabannya ragu-ragu, maka Bobby Nasution patut pula bertanya ulang:
Apakah cermin yang saya pasang masih pantas untuk memantulkan kepercayaan publik? *(BERSAMBUNG /Penulis Bersertifikat Wartawan Utama Dewan Pers)***
Baca Juga :
PMA dukung Sazkia Irfah Harahap Ikuti Ajang Putri Remaja Tingkat Provinsi Sumatera Utara