oleh

Jurnalisme di Era Distraksi, Kembali ke Hati Nurani dan Disiplin Verifikasi: Gift dari PTAR

-Daerah-2,844 views

Jurnalisme di Era Distraksi, Kembali ke Hati Nurani dan Disiplin Verifikasi: Gift dari PTAR

Laporan Zulfikar Tanjung

Mitanews.co.id ||
Di tengah banjir informasi dan hiruk-pikuk media sosial yang kerap membingungkan publik, jurnalisme dituntut untuk kembali ke nilai-nilai dasarnya: berpihak pada kebenaran, mengedepankan verifikasi, dan mengusung suara hati nurani.

Hal itu disampaikan jurnalis senior dan VP Sustainability Kompas Gramedia, Wisnu Nugroho, dalam Workshop Jurnalisme Berkualitas hari kedua di Samosir, Selasa (27/5/2025).

Hadir Katarina Siburian Hardono (tengah foto) Senior Manager Corporate Communications PT Agincourt Resources (PTAR) pengelola tambang emas martabe di Batang Toru selaku penyelenggara yang diikut puluhan wartawan Sumatera Utara.

Dalam presentasinya, Wisnu menampilkan sebuah slide bergambar Presiden pertama RI, Soekarno, lengkap dengan kutipan bertuliskan: "Jangan mudah percaya dengan apa pun yang ada di media sosial hanya karena ada foto dan kutipan di sebelahnya."

Ia menyoroti bagaimana kutipan tersebut seolah-olah berasal dari Bung Karno, padahal di masa kepemimpinannya belum ada media sosial. Menurut Wisnu, kutipan itu tampak relevan dengan kondisi digital saat ini, namun justru di sinilah masyarakat dituntut untuk lebih peka dan cermat.

“Kita perlu menguji dan menelusuri apakah kutipan seperti itu benar-benar pernah disampaikan Presiden Soekarno atau hanya rekayasa visual semata,” ujarnya.

Wisnu menekankan pentingnya literasi digital dan kehati-hatian dalam menyikapi informasi, mengingat saat ini teknologi editing sangat canggih sehingga siapa pun bisa memanipulasi gambar dan teks untuk menciptakan kesan seolah-olah benar.

Wisnu yang pernah menjabat sebagai Pemimpin Redaksi Kompas.com (2016–2024) menegaskan bahwa tugas utama jurnalisme bukanlah menjadi corong opini atau sekadar mengikuti algoritma, melainkan menyampaikan informasi yang benar, utuh, dan relevan bagi publik.

“Kita hidup di era yang sangat mudah memuja atau membenci, dan ribut karenanya di media sosial. Di sinilah pentingnya media yang independen, yang tidak terjebak dalam kebisingan,” kata Wisnu.

Ia mengingatkan pentingnya fondasi jurnalisme yang dirumuskan oleh Bill Kovach dan Tom Rosenstiel: loyal kepada warga, independen, disiplin verifikasi, menjadi pemantau kekuasaan, memberi ruang bagi kritik dan komentar publik, serta mengedepankan konten yang penting, relevan, dan proporsional.

Selain news values seperti dampak, kedekatan, dan aktualitas, Wisnu menambahkan bahwa media kini juga harus memahami audience values — keinginan pembaca untuk mendapat informasi yang mengedukasi, menginspirasi, menghubungkan, bahkan menghibur secara cerdas.

“Tak cukup berita itu penting dan berdampak, harus juga memberi perspektif baru, membantu memahami konteks, bahkan membuat pembaca merasa terlibat,” ucapnya.

Wisnu juga membagikan pengalamannya sebagai wartawan yang pernah meliput di Istana Kepresidenan dan menulis sejumlah buku, termasuk Sisi Lain SBY dan Masinis yang Melintasi Badai, sebagai contoh jurnalisme mendalam yang lahir dari riset, observasi, dan wawancara yang serius.

Mengutip sejarawan Yuval Noah Harari, ia menutup paparannya dengan pernyataan: "Clarity is power." Dalam dunia yang penuh kebisingan, kejernihan adalah kekuatan. Dan di situlah letak tanggung jawab utama seorang jurnalis.(Penulis bersertifikat Wartawan Utama Dewan Pers)***

Baca Juga :
Chairum Lubis “Jumat Barokah” di Sekretariat Pewarta Polrestabes Medan

News Feed