oleh

Kejanggalan Mengemuka, Jaksa Minta Visum Korban yang Jasadnya Dibuang ke Laut

-Hukum-195 views

Kejanggalan Mengemuka, Jaksa Minta Visum Korban yang Jasadnya Dibuang ke Laut

MEDAN.Mitanews.co.id ||


Sejumlah kejanggalan dalam penanganan perkara dugaan pembunuhan Syahdan Syahputra Lubis kembali mengemuka dan memunculkan tanda tanya besar. Kejaksaan Tinggi Sumatera Utara (Kejatisu) meminta visum et repertum untuk memastikan kematian korban.

Sebuah permintaan yang langsung mentok pada satu persoalan mendasar, karena jasad Syahdan tak pernah ditemukan.

Para tersangka mengaku membuang tubuh Syahdan ke perairan Samalanga, Bireuen, Aceh. Polisi mengaku sudah menyisir lokasi pembuangan, namun laut tetap tak mengembalikan apa pun.

Meski begitu, berkas penyidikan tetap dikembalikan jaksa dengan permintaan visum atas mayat yang hilang.
Berkas pun kembali mental (P-19), penyidikan terhenti, dan dalam jeda stagnasi itu, tujuh tersangka yang sebelumnya sudah ditahan justru dilepaskan lewat penangguhan penahanan oleh Ditreskrimum Polda Sumut.

Dua fakta mulai dari permintaan visum yang mustahil dipenuhi dan pelepasan para tersangka mendorong dugaan kejanggalan dalam penanganan perkara.

Dalam Surat Pemberitahuan Perkembangan Hasil Penyelidikan (SP2HP) yang diterima Pipit Widari, istri korban, penyidik mencantumkan alasan pengembalian berkas karena jaksa meminta visum et repertum untuk memastikan kematian Syahdan. Permintaan itu merujuk pada surat Kejati Sumut Nomor B-5687/L.2.4/Eoh.1/09/2025.

Namun tanpa jasad, bagaimana visum dilakukan? Pertanyaan itu menggantung tanpa jawaban.

Plh Kasi Penkum Kejati Sumut, Indra Hasibuan, tak membantah adanya permintaan tersebut.

"Benar. Jaksa meminta hasil tes DNA dan visum et repertum," ujarnya lewat pesan Aplikasi WhatsApp, Sabtu, 22 November 2025.

Begitu ditanya bagaimana visum dilakukan tanpa mayat, ia memilih bungkam.

Diamnya pejabat penegak hukum atas pertanyaan yang paling logis justru mempertebal kecurigaan publik.

Kecurigaan itu semakin memuncak ketika tujuh tersangka masing-masing MT, AFP, II, ZI, SS, AS, dan AB telah ditetapkan sebagai pelaku malah dibebaskan dari tahanan.

Padahal, beberapa bahkan disebut telah mengakui perannya. Namun penahanan mereka ditangguhkan sejak awal Agustus, tepat ketika berkas kembali ditolak.

Kondisi ini menimbulkan dugaan ketidakselarasan langkah antara penyidik dan penuntut. Berkas dinyatakan tidak lengkap, visum yang mustahil tetap diminta, namun tersangka tidak ditahan. Kombinasi yang menyerupai lingkaran sehingga membuat perkara tak bergerak.

Oleh karena itu, Pipit Widari, istri Syahdan, yang semula mengapresiasi kinerja penegak hukum tak mampu menyembunyikan kekecewaannya.

"Suami saya jelas dibunuh. Ada pengakuan pelaku, ada rangkaian kejadian. Tapi karena mayatnya tidak ditemukan, proses hukum hanya berputar-putar," kata Pipit.

Lalu, masih dikatakan Pipit, bagaimana mereka bisa dibebaskan, sementara kami belum mendapat keadilan.

"Jasad suami saya dibuang lalu hilang di laut. Tapi yang lebih mengerikan, keadilan seperti sengaja dibiarkan kabur," katanya.

Kabid Humas Polda Sumut Kombes Ferry Walintukan membenarkan pelepasan para tersangka.

Namun, ia berdalih masa penahanan para tersangka habis, sementara berkas berulang kali dikembalikan jaksa.

"Yang tujuh orang itu ditangguhkan. Berkasnya belum P21, masih P19. Masa tahanannya sudah habis," ujar Ferry.

Kendati demikian, Ferry mengklaim bahwa penyidik masih berupaya melengkapi petunjuk jaksa.

Sebagaimana diketahui, kasus ini bermula dari laporan Pipit pada 25 April 2025. Setelah penyelidikan, polisi menetapkan dan menahan tujuh orang sebagai tersangka, M, AFP, SS, ZI, II, A, dan AB.

Dalam konferensi pers 11 Agustus 2025, Dirreskrimum Polda Sumut Kombes Ricko Taruna Mauruh memaparkan motif pembunuhan.

Menurutnya, kasus itu dipicu oleh persoalan utang narkoba antara korban dan seorang pria bernama Iskandar Daud, yang hingga kini buron. Daud diduga memerintahkan tujuh tersangka menculik dan membunuh Syahdan.

Aksi terjadi 8 April 2025 dini hari di pelataran Diskotek Blue Star, Jalan Binjai Emplasmen, Kwala Mencirim.

Saat itu, Syahdan disergap, ditusuk, dimasukkan ke bagasi, lalu dibawa ke Aceh. Jasadnya dibungkus karung, diberi pemberat batu, dan dibuang ke laut Pante Rheng, Samalanga.

Polda Sumut menjerat para tersangka dengan Pasal 328 KUHP tentang penculikan dan Pasal 338 KUHP tentang pembunuhan.

Kini perkara Syahdan tak lagi sekadar pembunuhan tanpa mayat. Ia berubah menjadi potret buram koordinasi penegakan hukum yang tak sinkron saat logika prosedural menyingkirkan nalar dan keadilan substantif.

Permintaan visum atas jasad yang tak ditemukan, dan penangguhan penahanan para tersangka ketika berkas macet, memperlihatkan simpul kejanggalan yang belum terurai.

Kasus ini menunggu satu hal yang sejak awal tak kunjung muncul yaitu kepastian keadilan.(mn.09)***

Baca Juga :
HUT PGRI Ke 80 Cabang Cipatat: Gerak Jalan Santai dan Pentas Seni Kreatif, Banjir Door Prize