TAPTENG.Mitanews.co.id ||
Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) menggelar sidang pemeriksaan perdana guna mengungkap dugaan pelanggaran kode etik yang dilakukan oleh Komisioner KPU Tapanuli Tengah (Tapteng) terkait perekrutan PPS.
Sidang tersebut berlangsung di Kantor Bawaslu Kabupaten Tapanuli Tengah, Provinsi Sumatera Utara, pada hari Jumat (14/7/2023) kemarin, dan sidang tersebut dilaksanakan DKPP berdasarkan laporan yang diajukan oleh 10 peserta seleksi PPS di Kabupaten Tapanuli Tengah.
Para pengadu tersebut adalah Heriansyah Dongoran, Joko Sawaluddin Aritonang, Kristina Henni Herlina Mendrofa, Alda Wiyah Simatupang, Melawati Silaban, Ahmad Fauzi Tanjung, Yafao Batee, Tunjungan Hutagalung, Edi Azwar, dan Chaidir Ahmad Nasution.
Mereka telah memberikan kuasa kepada Syahruzal, Mulyadi, M. Hendrawan, dan lain-lain untuk mewakili mereka dalam sidang tersebut.
Sedangkan para Teradu dalam sidang tersebut adalah Ketua dan Anggota KPU Kabupaten Tapanuli Tengah, yakni Azwar Sitompul, Timbul Panggabean, Yudi Arisandi Nasution, Jonas Bernard Pasaribu, dan Feri Yosha Nasution. Masing-masing berstatus sebagai Teradu I-V dalam kasus tersebut.
Namun, pada sidang yang digelar oleh DKPP tersebut, Teradu II yakni Timbul Panggabean, yang juga merupakan seorang Komisioner KPU Tapteng, tidak hadir tanpa keterangan.
Oleh sebab itu, M. Hendrawan, sebagai kuasa dari para Pengadu, menduga bahwa seluruh Teradu (Komisioner KPU Tapteng_red) tidak secara terbuka mengumumkan hasil seleksi tertulis calon anggota Panitia Pemungutan Suara (PPS) Kabupaten Tapanuli Tengah.
Hal ini menimbulkan kesan bahwa informasi tersebut disembunyikan dan tidak transparan.
Selain itu, di Desa Sigambo-gambo, para Teradu juga diduga telah meluluskan dan mengangkat anggota PPS yang tidak mengikuti tahapan seleksi wawancara.
“Hal ini membuat kami semakin bingung. Di aplikasi SIAKBA, klien kami dinyatakan lulus, tetapi klien kami tidak dilantik menjadi anggota PPS. Kami menduga ada gratifikasi yang dilakukan oleh para Teradu,” ungkap M. Hendrawan.
Para Teradu juga diduga telah mengajukan pertanyaan diskriminatif, tidak independen, dan tidak profesional selama tahapan wawancara tersebut.
Hendrawan mencontohkan bahwa para Teradu bertanya kepada peserta seleksi calon anggota PPS mengenai apakah mereka mengenal kepala desa atau tidak.
“Peserta langsung dinyatakan gugur apabila menjawab mengenal Kepala Desa,” tegas Hendrawan.
Dalam tanggapannya, Ketua KPU Kabupaten Tapanuli Tengah, Azwar Sitompul sebagai Teradu I, menyatakan bahwa semua tuduhan yang diajukan oleh para pengadu adalah tidak benar dan mengada-ada.
Azwar menjelaskan bahwa KPU Kabupaten Tapanuli Tengah telah melakukan publikasi mengenai seluruh proses rekrutmen PPS melalui website resmi KPU Tapteng dan media sosial seperti Facebook dan Instagram.
Azwar juga menjelaskan bahwa KPU Kabupaten Tapanuli Tengah telah melaksanakan tahapan wawancara di setiap wilayah kerja mereka tanpa terkecuali. Ia menyebutkan bahwa KPU Tapanuli Tengah telah menugaskan Panitia Pemilihan Kecamatan (PPK) untuk melakukan proses wawancara terhadap peserta PPS yang dibagi menjadi beberapa zona, termasuk di Desa Sigambo-gambo.
Sedangkan Feri Yosha Nasution sebagai Teradu V menambahkan bahwa tuduhan diskriminasi dan ketidakprofesionalan selama wawancara tidaklah benar.
Feri Yosha menjelaskan bahwa seluruh Teradu (Komisioner KPU Tapteng) tidak pernah hadir dalam proses seleksi wawancara calon anggota PPS. Karena mereka telah menugaskan Anggota PPK untuk melakukan wawancara sesuai dengan keputusan KPU Nomor 67 Tahun 2023 mengenai teknis pembentukan badan Adhoc.
Sidang pemeriksaan perdana ini dipimpin oleh Ketua Majelis, Muhammad Tio Aliansyah, dengan anggota Tim Pemeriksa Daerah (TPD) Provinsi Sumatera Utara, yaitu Umri Fatha Ginting (unsur masyarakat) dan Yulhasni (unsur KPU). Dalam sidang ini, DKPP juga memeriksa 6 orang saksi yang merupakan peserta seleksi Anggota PPS Kabupaten Tapteng.(MN.16)
Baca Juga :
Sambut HUT ke-78 Republik Indonesia, Kantor Camat Sitahuis Gelar Aksi Donor Darah