Dugaan Rekayasa Kasus Rahmadi Menguat dari Kesaksian Berbeda Polisi Penangkap
TANJUNGBALAI.Mitanews.co.id ||
Dugaan rekayasa kasus terdakwa Rahmadi menguat setelah dua polisi penangkap dari Ditresnarkoba Polda Sumut menyampaikan kesaksian berbeda.
Fakta itu terungkap dalam sidang lanjutan perkara kepemilikan narkotika dengan terdakwa Rahmadi di Pengadilan Negeri (PN) Tanjungbalai, Provinsi Sumatera Utara.
Perbedaan versi yang mencolok tersebut memunculkan dugaan pelanggaran prosedur dan potensi rekayasa dalam proses penangkapan.
Dua anggota Ditresnarkoba Polda Sumatera Utara, Bripka Toga M Parhusip dan Gunarto Sinaga, dihadirkan secara terpisah sebagai saksi penangkap.
Dalam kesaksiannya, Kamis, 14 Agustus 2025, Toga menyebut sabu-sabu seberat 10 gram ditemukan di bawah jok depan mobil Rahmadi. Namun, Gunarto menyatakan barang bukti itu ditemukan di bawah kursi pengemudi.
Perbedaan ini mendapat sorotan dari majelis hakim.
"Apakah benar barang bukti itu kalian temukan. Bukan kalian yang menaruhnya,' kan?" tanya hakim anggota dalam persidangan.
Kuasa hukum Rahmadi, Suhandri Umar Tarigan dan Ronald Siahaan, menyatakan penangkapan klien mereka sarat kejanggalan.
Mereka menyoroti proses penangkapan yang disebut dilakukan tanpa penyelidikan memadai.
Dalam Berkas Acara Pemeriksaan (BAP), pelapor dan penangkap sama, yakni Kompol Dedi Kurniawan, dengan tanggal laporan dan penangkapan yang bertepatan, yaitu 3 Maret 2025.
"Ini mengindikasikan proses penangkapan tidak sesuai prosedur karena tidak melalui tahapan gelar perkara atau penyelidikan yang sah," ujar Suhandri.
Dalam sidang yang dipimpin Wakil Ketua PN Tanjungbalai, Karolina Selfia Sitepu, kedua saksi mengaku mendapat informasi dari informan polisi bahwa Rahmadi diduga menyimpan narkotika.
Namun, keterangan mereka terkait asal-usul barang bukti dinilai tidak konsisten.
Kedua saksi juga menyebut bahwa sabu tersebut milik seseorang bernama Amri alias Nunung.
Barang itu disebut akan dikirim melalui beberapa perantara, mulai dari Frend, kemudian Rahmadi, lalu diserahkan ke Lombek, dan selanjutnya ke Andre Yusnijar.
Majelis hakim lantas mempertanyakan alur distribusi tersebut.
"Jika Lombek punya akses langsung ke Amri, mengapa harus melalui Rahmadi?" ujar salah satu hakim anggota.
Rahmadi membantah semua tuduhan. Ia menyatakan tidak memiliki sabu dan menyebut barang bukti tersebut diletakkan oleh polisi saat dirinya dalam keadaan tidak dapat melihat karena mata dilakban.
"Itu bukan barang saya. Kalian yang menaruh," ujarnya dalam persidangan.
Kuasa hukum Rahmadi juga menyinggung dugaan pelanggaran lain, yakni hilangnya uang sebesar Rp11,2 juta dari rekening m-banking klien mereka, beberapa hari setelah handphone Rahmadi disita saat penangkapan.
"Uang itu diduga ditransfer keluar pada 10 Maret, tujuh hari setelah penangkapan. Kami memiliki bukti transaksi," kata Suhandri.
Sementara itu, dalam sidang berbeda sehari sebelumnya, terungkap bahwa barang bukti sabu dalam kasus dua terdakwa lain, Andre Yusnijar dan Ardiansyah alias Lombek, berkurang dari 70 gram menjadi 60 gram.
Itulah sebabnya kuasa hukum Lombek Cs menyampaikan eksepsi dalam sidang yang digelar di PN Tanjungbalai pada hari Rabu, 13 Agustus 2025 kemarin.
Kuasa hukum Rahmadi menduga, selisih 10 gram itulah yang kini dijadikan barang bukti untuk menjerat kliennya.
Fakta yang terungkap ini menambah panjang daftar pertanyaan publik terhadap integritas aparat penegak hukum.
Terlebih, dalam banyak kasus narkotika, barang bukti kerap menjadi satu-satunya alat bukti utama untuk menjerat seseorang.
Maka, ketidakjelasan asal-usul dan berat barang bukti bukan saja berbahaya, tapi juga berpotensi menjadi bentuk rekayasa hukum.
Persidangan selanjutnya akan digelar pada hari Rabu, 20 Agustus 2025 dengan agenda mendengarkan keterangan saksi penangkap serta yang memberatkan terdakwa.(mn.09)***
Baca Juga :
Dua Diskotik Ternama di Sumut Dirobohkan: Bobby Nasution Turun Tangan Bongkar Sarang Narkoba