oleh

Pasar Modal Syariah Terbukti Lebih Imun Ketika Terjadinya Krisis Ekonomi

-Opini-886 views

Penulis: Mairisa elvia
(Mahasiswa Magister Akuntansi Universitas Andalas)

Mitanews.co.id ||

Pasar modal pada dasarnya memiliki peran yang sangat penting dalam lajunya pertumbuhan ekonomi dalam suatu negara, termasuk di Indonesia. Baik sebagai penghimpun dana, tempat alternatif dalam penjualan saham, ataupun penerbitan obligasi.

Namun di Indonesia sendiri, tidak hanya memiliki pasar modal konvensional, tapi juga memiliki pasar modal syariah. Pasar modal syariah, merupakah salah satu objek, yang berasal dari industry keuangan berbasis syariah. Dimana emiten yang terdapat pada pasar modal syariah, tidak melakukan aktivitas yang dilarang oleh syariar Islam.

Pasar modal syariah memiliki sifat kemaslahatan, dimana pada pasar modal syariah, melarang adanya unsur tadlis (menyembunyikan kecacatan objek akad), dan unsur riba. Untuk Produk dari pasar modal syariah sendiri, terdiri dari lima produk yaitu saham syariah, sukuk, reksadana syariah, EBA syariah (Efek Beragun Aset Syariah).

Menurut pendapat yang dikemukakan oleh Wee (2012), menyatakan bahwa resiko yang ditimbulkan oleh saham syariah, lebih kecil jika dibandingkan dengan resiko yang terjadi pada saham konvensional. Hal ini dikarenakan pasar modal syariah memakai prinsip muamalah yang digunakan dalam perhitungan saham syariah, sehingga tidak terjadinya resiko gagal bayar hutang.

Berdasarkan pertumbuhan ekonomi di tahun 2010, pernah terjadi penurunan dan perlambatan ekonomi sebesar 6,81 persen dan sampai di tahun 2015, terus mengalami penurunan mencapai 4,79 persen. Penurunan ekonomi secara global ini membuat laju pertumbuhan ekonomi di Indonesia maupun di dunia mengalami perlambatan, dan salah satu penyebab utama dari perlambatan laju ekonomi ini, disebabkan menurunnya konsumsi rumah tangga.

Hal ini berdampak pada peningkatan dan penuruna nilai harga saham di pasar modal, terutama pada pasar modal konvensional.
Namun berbeda dengan pertumbuhan pasar modal syariah ketika itu, dimana pasar modal syariah, malah mengalami peningkatan dan pertumbuhan yang baik dari segi jumlah ataupun dari segi nilainya.

Masalah ini, sesuai apa yang pernah diteliti oleh Syed dan Shaista dalam Islamic Economics Studies, di tahun 2014. Dipenemuannya menghasilkan bahwa Dow Jones Islamic Capital Market Index (DJIM) dan FTSE Global Islamic Index Series lebih stabil ketika melalui krisis keuangan yang pernah terjadi di tahun 2007-2008.

Masalah penurunan konsumsi rumah tangga ini, tidak hanya terjadi pada tahun 2010-2015 saja, namun berlanjut pada tahun 2019. Pada tahun 2019, dunia kembali mengalami krisis pertumbuhan ekonomi sampai pada tahun 2021. Hal ini diakibatkan oleh virus yang tersebar di seluruh dunia, yaitu covid-19, yang menyebabkan terjadinya beberapa masalah besar, salah satunya pertumbuhan ekonomi yang sangat melambat.

Bahkan berdasarkan pernyataan dari Menteri keuangan Indonesia Bu Sri Mulyani dalam telekonferensinya di Jakarta, dia mengatakan kalau perkiraan pertumbuhan ekonomi Indonesia yang terburuknya bisa mencapai minum 0,4 persen. Pandemi yang pernah terjadi ketika itu, juga memiliki dampak pada sektor ritel dan non ritel, terutama pada sektor keuangan.

Dan covid-19 juga mempengaruhi Indek Harga Saham Gabungan (IHSG) pada pasar modal. Pada tahun 2020, saham emiten seluruh sektor masuk pada zona merah, dengan penurunan paling banyak pada sektor keuangan yang melemah sebesar 3,5 persen. Ketika terjadinya krisis ekonomi yang diakibatkan oleh bencana pandemi.

Saham syariah membuktikan kalau dia terbukti lebih "imun atau lebih kebal" saat Indonesia mengalami pandemi di awal tahun 2020. Pada tahun itu, Indeks Harga Saham gabungan dan indeks LQ45, turun mencapai -16,76% dan -21,42%. Akan tetapi, berbeda dengan Indeks Saham Syariah Indonesia (ISSI) yang turunya, hanya sebesar -14,52%, sedangkan Jakarta Islamic Index (JII) turun sebesar -15,68% saja.

Pada tahun 2019, Jakarta Islamic Index (JII) menunjukkan kenaikkan sebesar 1,88%, sedangkan untuk Indeks Saham Syariah Indonesia (ISSI), naik sebesar 2.03 persen, dan Jakarta Islamic Index 70 (JJI20, naik sebesar 2,56 persen. Sedangkan untuk Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) pada tahun 2019, tumbuh sebesar 1,70 persen.

Menurut pendapat yang dikemukakan oleh Arta Sekuritas Nugroho Rahmat Fitriyanto, dia mengatakan bahwa, kondisi ini terjadi karena neraca perusahaan dari anggota indeks syariah, pada umumnya lebih sehat, jika dibandingkan dengan perusahaan lain.
Dengan terjadinya kondisi makro ekonomi yang tidak stabil di tahun 2019 saat itu, menyebabkan investor lebih cenderung mencari saham dengan tingkat hutang yang lebih rendah.

Pasar Modal Syariah di Indonesia, yang diwakilkan oleh Bursa Efek Indonesia (BEI, telah diakui sebagai Best Islamic Capital Market pada tahun 2019 dan tahun 2020, diajang Global Islamic Finace Award (GIFA).
Dari apa yang sudah dibahas di atas, masyarakat Indonesia bisa mulai hijrah untuk berinvestasi ke pasar modal syariah.

Karena dari beberapa kondisi ekonomi yang pernah terjadi, baik di Indonesia ataupun secara global, ketahanan pasar modal syariah lebih baik dalam menghadapi dan melalui, ketika terjadinya krisis ekonomi. Dan pada setiap tahunnya, jumlah investor syariah di Indonesia sendiri, selalu mengalami peningkatan.

Karena terlihat dari tahun 2011, jumlah investor syariah hanya 531 investor. Sedangkan di tahun Mei 2021, jumlah investor syariah sudah mencapai sebesar 97.759 investor. Dan di tahun 2022, saham syariah kembali mengalami peningkatan sebesar 56,7 persen pada September 2022. Sehingga hal ini memang menunjukkan, kalau peningkatan saham syariah tiap tahunnya selalu mengalami peningkatan.

Baca Juga :
Pemkab Nisut Hadiri Sosialisasi Kondisi Kanker

News Feed