oleh

QURBAN & STUNTING : Sebuah Teologi Sosial

-Daerah-1,045 views


QURBAN & STUNTING : Sebuah Teologi Sosial

Oleh Asren Nasution

Mitanews.co.id ||
Setiap ibadah yang disyari'atkan mesti mencakup dua dimensi yakni dimensi transendental atau sakral (sacred) dan dimensi imanen, profan atau aktual.

Dimensi transendental akan menghantarkan pelaku ibadah agar bergerak mendekati Sang Pencipta Allah SWT atau yang kerap disebut 'hablun minalláh', sedangkan dimensi imanen akan mengawal pelaku ibadah untuk menyadari bahwa pelaksanaan ibadah selain pemenuhan atas hak Allah SWT, juga telah merupakan pemenuhan atas hak-hak manusia itu sendiri atau yang biasa disebut 'hablun minannâs'.

Ibadah Qurban, misalnya secara transendental merupakan wujud dari kecintaan yang paripurna, keyakinan dan kepatuhan yang mutlak, serta keikhlasan dan ketulusan tiada batas dari seorang hamba kepada Rabb-Nya sebagaimana yang dilakonkan oleh Khalîlullâh Sayyidina Ibrâhim AS, Ismail AS, serta Siti Hajar RA.

Sedangkan secara imanen telah menjadi media dalam upaya memupuk rasa kepedulian, pemerataan, empati, dan kebersamaan lewat perintah distribusi daging qurban dari orang terdekat hingga warga sekitar.

Dalam konteks sekarang secara khusus di Sumatera Utara, maka pelaksanaan Qurban dalam konteksnya yang imanen atau horizontal perlu diorientasikan secara lebih eksplisit kepada pengatasan persoalan sosial atau persoalan umat yang memiliki hubungan langsung dengan out put ibadah ini yakni daging segar, sehat, dan halal (halâlan thayyiban).

Stunting yang hingga saat ini masih merupakan salah satu persoalan substantif masyarakat Sumatera Utara agaknya perlu dikorelasikan dengan pelaksanaan ibadah Qurban terutama pada aspek, penjagaan kualitas serta perbaikan pola pendistribusian daging qurban dimaksud. Seperti diketahui bahwa pada tahun 2023, prevalensi stunting di Provinsi Sumatera Utara memang telah mengalami penurunan yang signifikan.

Pemerintah Provinsi Sumatera Utara berhasil menurunkan angka stunting dari 21,1% pada tahun 2022 menjadi 18,9% pada tahun 2023.

Penurunan ini merupakan bagian dari upaya mencapai target prevalensi stunting sebesar 14,5% pada tahun 2024 yang mudah-mudahan bisa tercapai.

Sementara itu daging qurban yang tersedia selama 4 hari (1 hari raya ied, dan 3 hari tasyrik) di Sumatera Utara, telah mengalami kenaikan secara signifikan pada setiap tahunnya baik secara kualitas maupun kuantitas atau jumlahnya.

Dilihat pada kandungannya maka dalam daging qurban yang terdiri atas kerbau, sapi, dan kambing telah terdapat sejumlah nutrisi yang amat dibutuhkan dalam pengatasan stunting.

Berdasarkan hal itu, maka keberadaan daging qurban di Sumatera Utara, dapat dilihat sebagai suplementasi strategis untuk percepatan pengatasan Stunting di daerah ini, setidaknya dalam rangka pencapaian target prevalensi Stunting hingga ke angka 14,5% pada tahun 2024 ini.

Namun untuk mewujudkan hal tersebut perlu disoroti pola pemilihan hewan qurban serta pola distribusinya ke tengah-tengah masyarakat.

Memang, syari'at Islam telah mengisyaratkan pentingnya pola dan sistem pendistribusian daging qurban. Aspek kebersamaan, kekerabatan, kemendesakan, serta implementasi rasa keadilan telah menjadi nilai-nilai yang perlu dipelihara dalam konteks distribusi daging qurban.

Pada berbagai titik atau daerah, telah ditemukan bahwa pendistribusian daging kurban telah berjalan cukup logis dan bahkan strategis, dimana masyarakat marginal dan kurang mampu sebagai yang rentan menjadi penderita stunting telah menerima dan menikmati daging kurban.

Tentu saja terhadap fakta ini kita dan terutama pemerintah pantas memberikan apresiasi dan ucapan terima kasih.

Namun, pada beberapa titik wilayah dimana jumlah masyarakat mampu tidak seimbang dengan masyarakat rentan stunting, maka biasanya pola distribusi daging kurban lebih berorientasi untuk sekadar 'bagi habis' daripada pengatasan permasalahan terkait yang secara nyata dialami umat seperti stunting.

Terhadap hal ini, agaknya perlu dilakukan penyelarasan antara data serta peta masyarakat rentan stunting dengan penetapan titik lokasi penyembelihan hewan qurban seterusnya dengan banyaknya jumlah daging dengan peta dsn pola pendisribusiannya agar benar-benar dapat berorientasi pengatasan stunting.

Tentu saja, upaya ini akan terwujud ketika terbangunnya kesadaran bersama antara masyarakat pengqurban dengan pihak-pihak terkait penyelenggara penyembelihan qurban.

Masyarakat pengqurban perlu menyadari bahwa semakin tepat sasaran distribusi daging hewan qurban, akan semakin afdhallah penyelenggaraan qurban tersebut, disebabkan kehadirannya telah menyelesaikan ataui setidaknya mengurangi sebagian permasalahan umat.

Sedangkan tokoh agama, lembaga keagamaan dan instansi pemerintah hingga level terendah desa/kelurahan, dusun/lingkungan di Sumatera Utars perlu menyadari bahwa setiap ibadah harus diorientasikan secara horizontal sebagai modal pengatasan persoalan umat atau masyatakat. Kesadaran demikian penting sebagai dasar dsn motivasi dalam mendorong masyarakat untuk terus berqurban, serta memberikan edukasi dan penyadaran kritis kepada umat agar terbangun keselarasan antara peningkatan semangat berqurban dengan semangat untuk saling membantu dalam pengatasan persoalan nyata yang dialami oleh umat.

Semangat ini yang mau penulis sebut sebagai sebuah model teologi sosial.

PENUTUP
Sebaik-baik kamu adalah yang paling banyak memberikan manfaat bagi sesama (kharunnâsi anfa'hum linnâs --Hadis). Lebih jauh, sebaik-baik ibadah-mu adalah yang secara vertikal dapat mendekatkanmu secara terukur kepada Allah SWT (al-taqarrub ilàllâ), sedangkan secara sosial mendekatkan-mu secara tetukur dan sistemstis kepada pengatasan permasalahan aktual yang dihadapi oleh umat.

Dalam konteks qurban, maka semakin terukur antara jumlah daging, pola distrubisi, dengan penurunan angka stunting yang dicapai, maka semakin sempurnalah pelaksanaan qurban tersebut. Sejalan dengan itu, maka dalam rangka menjadikan ibadah qurban sebagai modal sosial (social capital) yang amat strategis dalam pengatasan stunting, perlu dibangun sinergitas antara pengqurban, panitia qurban, dengan stakeholders di masing-masing daerah.

Lewat upaya ini, dapat diyakini bahwa ke depan qurban akan benar-benar menjadi suplementasi strategis bagi pengatasan stunting di Sumatera Utara secara khusus. Seterusnya ibadah qurban akan menjadi ibadah yang bernilai penting dalam menjadikan pengamalnya sebagai manusia yang lebih baik karena mampu memberikan manfaat langsung bagi kehidupan umat, masyarakat, bahkan negara. Inilah yang mau saya sebut sebagai korelasi qurban dengan stunting dalam rangka mewujudkan Sumatera Utara yang hebat, cerdas lewat pemberdayaan qurban sebagai modal dan solusi cerdas bagi persoalan masyarakat. Wallâhu A'lam.

Alláhu Akbar, Allâhu Akbar, Allâhu Akbar, Wa Lillâhilhamd...(AN--2024).

Baca Juga :
Haris Lubis Bersyukur PPDB 2024 Aman sesuai Komitmen Pj Gubsu Hassanudin

News Feed