Saut Limbong: Dana Desa Rawan Bocor, Regulasi Sudah Ada, Pengawasan Diduga Masih Lemah
SAMOSIR.Mitanews.co.id ||
Sejak diluncurkan pada tahun 2015, program Dana Desa menjadi salah satu kebijakan strategis pemerintah pusat untuk mempercepat pembangunan di tingkat desa. Setiap tahun, triliunan rupiah dikucurkan dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) langsung ke rekening desa. Namun, seiring besarnya anggaran, muncul pula berbagai persoalan: dari pelanggaran administrasi, penyalahgunaan anggaran, hingga dugaan korupsi yang merajalela di berbagai daerah.
Di Kabupaten Samosir, Sumatera Utara, Ketua LSM ICW Samosir Saut Limbong, kamis 8 Mei 2025 mengungkapkan kekhawatirannya bahwa penggunaan Dana Desa tidak sepenuhnya tepat sasaran. Salah satu contoh baru baru ini Polres Samosir melalui Unit Tindak Pidana Korupsi (Tipidkor) Sat Reskrim menyerahkan dua tersangka dan sejumlah barang bukti kepada Kejaksaan Negeri Samosir, Rabu (7/5/2025), dalam kasus dugaan korupsi Dana Desa Sampur Toba Tahun Anggaran 2019. Dana yang seharusnya mempercepat pembangunan dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat desa, justru kerap diduga bocor dalam praktik pelaksanaannya.
"Harusnya Dana Desa ini menjadi motor pembangunan, tapi di lapangan, banyak sekali indikasi tidak tepat guna. Transparansi lemah, pengawasan tidak maksimal, dan pihak-pihak yang seharusnya bertanggung jawab justru terlihat pasif," tegas Saut.
Regulasi Pengelolaan Dana Desa
Pengelolaan Dana Desa secara hukum telah diatur dengan cukup komprehensif melalui berbagai undang-undang dan peraturan pemerintah, di antaranya:
1. UU Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa
Pasal 72 mengatur bahwa Dana Desa bersumber dari APBN.
Pasal 78 mengamanatkan penggunaan Dana Desa untuk pembangunan dan pemberdayaan masyarakat desa.
2. Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 11 Tahun 2019
Tentang perubahan atas PP No. 43 Tahun 2014, mempertegas bahwa kepala desa wajib menyusun perencanaan, melaksanakan, dan mempertanggungjawabkan Dana Desa secara transparan dan akuntabel.
3. Permendagri Nomor 20 Tahun 2018 tentang Pengelolaan Keuangan Desa
Mengatur teknis perencanaan, pelaksanaan, penatausahaan, dan pelaporan keuangan desa.
Kepala Desa sebagai pemegang kekuasaan pengelolaan keuangan desa.
4. Permenkeu Nomor 146/PMK.07/2023
Mengatur skema penyaluran Dana Desa berbasis kinerja dan pengelolaan keuangan desa.
Pertanggungjawaban dan Fungsi Pengawasan
Beberapa pihak memiliki peran penting dalam pengawasan Dana Desa:
a. Kepala Desa dan Perangkat
Bertanggung jawab penuh secara administratif dan hukum.
Dana disalurkan ke rekening kas desa, bukan ke pribadi.
b. Badan Permusyawaratan Desa (BPD)
Melakukan fungsi kontrol terhadap perencanaan dan pelaksanaan APBDes.
Berhak menolak jika ada program yang tidak sesuai kebutuhan masyarakat.
c. Camat
Melakukan pembinaan dan pengawasan teknis atas pelaksanaan pemerintahan desa.
d. Pendamping Desa
Di bawah Kementerian Desa, bertugas memberikan asistensi perencanaan, pelaksanaan, dan pelaporan Dana Desa.
e. Inspektorat Kabupaten dan Provinsi
Melakukan audit dan investigasi bila ditemukan dugaan pelanggaran. Temuan bisa diteruskan ke BPKP, BPK, bahkan KPK jika unsur pidana korupsi terbukti.
Korupsi Dana Desa dan UU Tipikor
Sejak 2015 hingga 2023, banyak kepala desa di Indonesia telah dijerat hukum akibat korupsi Dana Desa. Kerugian negara sudah besar akibat korupsi di level desa.
Dasar hukum pemberantasan korupsi mencakup:
1. UU Nomor 31 Tahun 1999 jo. UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi
Pasal 2 dan 3: Mengatur tentang perbuatan memperkaya diri sendiri yang merugikan keuangan negara.
2. KUHP Pasal 415 dan 418
Tentang penyalahgunaan jabatan oleh pejabat publik untuk keuntungan pribadi.
Penutup: Sistem Sudah Ada, Siapa yang Bertindak?
Program Dana Desa telah memasuki tahun ke-11, namun kritik tetap mengemuka. Regulasi sudah cukup lengkap. Mekanisme penyaluran, pengawasan, hingga sanksi telah tersedia. Namun, diduga lemahnya penegakan hukum dan minimnya kesadaran aparat desa dalam menjalankan amanah menjadi titik rawan kebocoran anggaran.
Di sinilah peran masyarakat, media, dan LSM. Publik berhak mengawasi dan melaporkan jika ada dugaan pelanggaran. Transparansi bukan sekadar jargon, tapi kewajiban yang harus ditegakkan demi keadilan sosial bagi seluruh rakyat, termasuk di pelosok desa, tutup Saut.(HS)***
Baca Juga :
Kajari Sergai Harap Sinergi dengan PWI Tetap Terjaga